Hanya saja, pendapat tersebut sangat terbuka untuk diperdebatkan. Dalam hal ini, Anies diharapkan untuk tidak menerima begitu saja saran JK.
Kondisi saat SBY memilih Budiono, tentu berbeda dengan situasi sekarang saat Anies berjuang untuk bisa bertarung di Pilpres 2024.Â
Ketika itu SBY demikian kuat, karena posisinya sudah incumbent (petahana). Jadi, yang dilihat pemilih adalah SBY yang telah sukses pada periode pertama bersama JK.
Rasa-rasanya, siapapun yang digandeng SBY (meski tokoh yang biasa-biasa saja tanpa elektabilitas tinggi), peluang beliau terpilih kembali cukup besar.Â
Begitu pula saat Jokowi menggandeng Ma'ruf Amin, juga berstatus petahana. Mungkin banyak yang kaget kok Jokowi memilih Ma'ruf Amin.
Tapi, barangkali logikanya karena ingin merebut suara kalangan NU yang banyak jumlahnya, sekaligus meredam pesaing beliau Prabowo-Sandiaga yang didukung sebagian ormas Islam.
Namun, perlu ditekankan bahwa pada periode pertama kepemimpinan, sebaiknya menggandeng cawapres yang kuat. Makanya SBY dan juga Jokowi menggandeng JK.
Tapi ada konsekuensinya, yakni munculnya "matahari kembar", sehingga untuk periode kedua cukup mencari tokoh yang tidak begitu kuat.
Memang pelik, tapi mau tak mau Anies perlu punya pendamping yang disepakati bersama Nasdem, Demokrat dan PKS.
Memilih salah satu, AHY atau Ahmad Heryawan, bisa jadi bukan keputusan yang tepat, karena membuat salah satu pihak mungkin batal bergabung dalam koalisi.
Jika yang dimaksud JK sebagai tokoh yang tak populer tapi berpengalaman adalah Khofifah Indarparawansa yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Timur, rasanya memang layak.