Ada juga yang pakai istilah paket hemat, paket lengkap, paket keluarga, dan sebagainya. Dalam konten promosinya, pola penjualan paket ini menjadi fokus.
Sepertinya, konsumen akan terbantu dalam memilih makanan dan diuntungkan dari sisi harga, dalam arti lebih hemat, bila memilih sistem paket ketimbang pakai sistem satuan.
Tapi, seandainya konsumen mau sedikit berpikir, bisa jadi sistem paket tersebut kurang menguntungkan.
Justru, paket tersebut secara tersamar menjadi strategi perusahaan "memaksa" konsumen ikut membeli jenis yang tidak dibutuhkannya atau jenis yang kurang laris jika dijual secara satuan.
Soalnya, jenis makanan atau minuman yang kurang laris itu sudah di-bundling dalam satu paket, sehingga konsumen yang memilih paket tersebut otomatis akan mendapatkannya.
Misalnya, minumannya tak bisa memilih, harus yang disediakan paket tersebut. Jika ditambah lagi membeli minuman lain, tentu harus membayar lagi.
Komposisi makanan pun biasanya tak bisa memilih. Umpamanya kita pesan untuk diantar ke rumah paket ayam goreng yang menurut promosinya terdiri dari 7 potong.
Karena suka yang dada, kita pesan 5 dada dan 2 paha. Ternyata tak bisa seperti itu, si pemesan pokoknya terima nasib saja mau dapat dada atau paha.
Bahkan, ada yang diberikan bagian atau potongan ayam goreng yang lebih kecil lagi dari paha. Mungkin 1 porsi terdiri dari beberapa potong kecil, tapi konsumen jadi tidak puas.
Pernah pula ada yang diduga tertukar pesanannya. Pesan paket 1 yang isi 7 potong, ternyata yang datang paket 2 dengan isi 5 potong. Anehnya, di struknya tertulis paket 1 dan harga yang dibayar juga paket 1.
Apa yang 2 potong diembat pelayan di sana? Ah, tak boleh berprasangka jelek. Semoga hanya sekadar kesalahan teknis saja.