Bisnis makanan siap saji memang tak ada matinya, bahkan makin berkembang pesat. Soalnya, budaya makan di luar (bukan memasak di rumah sendiri) semakin "berjangkit" di masyarakat kita.Â
Hal itu tidak hanya terjadi di kota besar, tapi sudah menular hingga ke kota kecil. Â Bisa jadi karena semakin banyak wanita yang bekerja, membuat waktu untuk memasak menjadi berkurang.
Kalaupun malas ke luar rumah, dengan aplikasi tertentu, sudah gampang memesan makanan. Sambil rebahan di rumah, makanan pun datang.
Ada juga ibu rumah tangga yang sebetulnya punya waktu untuk memasak, namun mungkin dihinggapi rasa malas. Sehinga, lebih memilih memesan makanan.
Lagi pula, godaan promosi yang bertubi-tubi muncul di gawai seseorang, lengkap dengan foto makanan dan minuman yang menggiurkan.
Ditambah pula dengan kalimat sugestif seperti: beli 1 dapat 2, diskon kalau dipesan pakai aplikasi tertentu, gratis ongkir, cashback sekian persen, dan sebagainya.
Memang, persaingan antar pelaku usaha di bidang makanan dan minuman semakin ketat, makanya promosi menjadi hal penting.
Lihat saja, betapa sekarang ini gerai makanan yang beroperasi secara waralaba (franchise), baik merek lokal maupun asing, semakin agresif dan menjamur.
Untuk kota besar, dengan hadirnya mal-mal, turut menjadi faktor pendukung berkembangnya bisnis makanan, karena banyak orang berkunjung ke mal, sekadar ke food court saja.
Alhasil, seperti ditulis di atas, tingkat persaingan sesama gerai makanan berlangsung dengan sengit. Selain adu promosi, kreativitas lain diperlukan untuk menjaring konsumen.
Salah satu bentuk kreativitas dimaksud adalah munculnya pola penjualan yang bersifat "paket". Ada yang menyebut sebagai Paket 1, Paket 2, dan seterusnya.