Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Jokowi Tak Dukung Puan, Kira-kira Apa Penyebabnya?

27 September 2022   06:30 Diperbarui: 27 September 2022   06:50 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani|dok. DPR, dimuat suara.com

"Genderang perang" sudah ditabuh. Ini bukan "perang" sembarang perang, makanya diberi tanda kutip. Yang dimaksud di sini adalah soal persaingan antara pendukung Puan Maharani dan pendukung Ganjar Pranowo.

Betul, sebetulnya dua-duanya adalah rekan seperjuangan, karena sama-sama kader potensial di partai yang sekarang berkuasa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Jadi, sangat mungkin, secara pribadi tidak ada hasrat "berperang" antara Ganjar dan Puan. Sebagai kader sejati PDIP, keduanya akan takluk pada keputusan sang ketua umum, Megawati Soekarnoputri.

Masalahnya, pendukung atau relawan Ganjar yang merasa sudah berjuang keras dan telah berhasil menaikkan elektabilitas Ganjar dalam sejumlah survei, merasa kerjanya akan sia-sia.

Soalnya, kuat dugaan bahwa Megawati akan memutuskan bahwa Puan Maharani yang nota bene adalah putri tercinta dari Megawati, yang akan diusung PDIP sebagai capres pada Pilpres 2024 mendatang.

Padahal, jika mengacu pada hasil survei sejumlah lembaga yang sudah berpengalaman melakukan jajak pendapat terkait elektabilitas tokoh yang berpotensi jadi capres, Puan masih berada di papan bawah.

Meskipun demikian, ada beberapa pendukung fanatik yang siap bekerja keras menaikkan elektabilitas Puan yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI tersebut.

Mungkin sekadar guyonan yang keceplosan saja, para pendukung Puan tersebut menamakan kelompoknya sebagai "Dewan Kolonel".

Dewan Kolonel itu dimotori oleh beberapa anggota DPR dari Fraksi PDIP, antara lain Johan Budi, Trimedya Panjaitan, Utut Hadianto, Masinton Pasaribu, dan Bambang Wuryanto.

Apakah relawan Ganjar ciut nyalinya berhadapan dengan Dewan Kolonel? Sama sekali tidak, justru mereka merapatkan barisan dengan membentuk Dewan Kopral.

Tapi, untunglah perseteruan antar dua Dewan mulai mereda setelah Megawati sendiri  menegaskan tidak ada yang namanya Dewan Kolonel di PDIP.

Kemudian, Ganjar sendiri juga meminta relawannya untuk menahan diri dan tidak melakukan manuver politik.

Maka, imajinasi masyarakat yang terlanjur "panas" ingin menyaksikan bagaimana sengitnya pertarungan antar dua dewan, tak kan menjadi kenyataan.

Namun, ngomong-ngomong, ini sekadar berandai-andai saja, jika akhirnya PDIP betul-betul mengusung Puan, kira-kira apakah Jokowi akan mendukung dengan antusias atau sekadar basa-basi?

Atau, jika ternyata Prabowo maju diusung Gerindra-PKB, dan juga ada Anies Baswedan yang diusung Nasdem-PKS-Demokrat,  kira-kira Jokowi dukung Puan atau Prabowo?

Nah, berandai-andai lagi, misalnya Jokowi lebih condong ke Prabowo, kira-kira apa penyebabnya?

Baik Puan maupun Prabowo sama-sama pernah jadi "anak buah" Jokowi. Puan menjadi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2014-2019.

Sedangkan Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan sejak 2019 hingga sekarang. Tentu, Jokowi sudah punya penilaian atas kemampuan keduanya.

Skenario berikutnya, selain Prabowo, Puan, dan Anies, misalnya Ganjar ikut maju sebagai capres dari Golkar-PAN-PPP, kira-kira Jokowi condong ke Prabowo atau Ganjar?

Ganjar memang bukan menteri. Tapi, meskipun bukan anggota kabinet, jelas Jokowi juga sudah punya penilaian tersendiri terhadap Ganjar berdasarkan apa yang dilakukan Ganjar selama jadi Gubernur Jawa Tengah.

Memang, siapa yang di-endorse Jokowi menjadi penting, mengingat relawan Jokowi yang jumlahnya sangat banyak, sampai sekarang masih menunggu "petunjuk" Jokowi.

Sementara itu, dalam kapasitasnya sebagai seorang Presiden, tampaknya sulit bagi Jokowi untuk secara eksplisit mendukung seorang capres dan tidak mendukung calon lainnya.

Tentang Puan, Jokowi seperti memberikan sinyal dukungan ketika menyatakan bahwa syarat menjadi capres tidak cukup sekadar elektabilitas, tapi harus didukung parpol (republika.co.id, 27/8/2022).

Dan ingat, bukankah politik itu sangat dinamis? Meskipun kecil kemungkinan, siapa tahu Jokowi malah mendukung Anies Baswedan?

Tapi, satu hal, siapapun yang didukung Jokowi, termasuk misalnya mendukung Anies, alasannya akan tergantung pada penilaian Jokowi sebagai atasan terhadap semua kandidat di atas.

Masalahnya, Jokowi akan meng-endorse siapa? Itu yang masih misteri.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun