Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ceritakan Apa yang Memuaskan Anda dalam 2 Tahun Terakhir

20 September 2022   05:13 Diperbarui: 20 September 2022   05:50 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis dok. katadata.co.id

Kebetulan, saya dulu pernah jadi assessor di perusahaan tempat saya bekerja. Tentu, saya mendapatkannya setelah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikasi.

Jadi, misalnya ada staf yang memenuhi kriteria tertentu yang akan dipromosikan, terlebih dahulu mengikuti beberapa tahap seleksi.

Pada tahap terakhir, dilakukan wawancara untuk menggali kompetensi, di mana 3 orang assessor  harus dihadapi seorang assessee (yang diwawancara). 

Jika kompetensi seorang staf dinilai sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan yang lebih tinggi, maka assesseor memberikan rekomendasi untuk dipromosikan.

Wawancara kompetensi tersebut dimulai dengan penjelasan dari assessor terkait tujuan dan teknis wawancara yang akan dilakukan. 

Kemudian, sedikit basa-basi agar assessee tidak tegang sambil ia diminta memperkenalkan diri dan menceritakan perjalanan kariernya secara ringkas.

Nah, setelah itu selalu pertanyaan standarnya kira-kira seperti ini; "Coba ceritakan, dalam posisi Anda sebagai staf, apa pengalaman yang paling memuaskan Anda dalam 2 tahun terakhir ini."

Pertanyaan itu bukan lagi basa-basi, tapi menjadi hal penting dalam menggali apakah seseorang punya kompetensi yang telah terbukti membuahkan hasil.

Misalnya pertanyaannya berbunyi; "Apa yang akan Anda lakukan jika menjadi.......," hal ini dianggap belum bisa menggambarkan kompetensi.

Karena, sesuatu yang akan dilakukan, hanya semacam potensi. Belum tentu nantinya ketika dipromosikan, ia akan melakukan apa yang dikatakannya saat wawancara.

Tapi, jika seseorang diminta menceritakan apa yang memuaskannya, maksudnya menggiring pada apa prestasi yang telah diraihnya, atau apa pencapaian kinerjanya yang membanggakannya.

Dari cerita tersebut, assessor menggali lebih dalam bagaimana peran si assessee secara individu, sehingga ia bisa berhasil. Jadi, kesuksesan tersebut bukan karena kebetulan.

Kenapa yang diceritakan harus yang terjadi dalam 2 tahun terakhir? Agar assessee masih ingat secara rinci tahapan-tahapan apa yang dilakukannya, sehingga meraih sesuatu yang memuaskannya.

Namun demikian, tulisan saya kali ini bukan terfokus pada tips menghadapi wawancara kompetensi bagi mereka yang ingin bagus kariernya di suatu perusahaan atau suatu instansi.

Bagian berikutnya dari tulisan ini berkaitan dengan kondisi yang kita hadapi selama 2 tahun terakhir ini, yang bisa dikatakan tidak normal.

Bahkan, ketidaknormalan tersebut sebetulnya berlangsung sudah lebih lebih dari 2 tahun, tepatnya sejak awal 2020. 

Meskipun sekarang kasus Covid-19 masih belum berakhir, namun kegiatan masyarakat sudah berangsur normal seperti sebelum pandemi.

Maka, pertanyaan wawancara kompetensi di atas, saya "pinjam" untuk dikonversi sebagai bahan introspeksi kita masing-masing. 

Ya, bentuknya kira-kira kita bertanya pada diri sendiri dan menjawabnya sendiri, atas pertanyaan; "Apa yang memuaskan Anda selama 2 tahun terakhir ini?"

Apakah masing-masing kita baru menyadari punya potensi tersembunyi, sehingga menemukan celah atau menemukan peluang, justru karena mengalami musibah pandemi?

Kalau memang menemukan peluang, apa upaya yang telah kita lakukan secara langsung, sehingga bisa terwujud dalam hasil nyata?

Nah, keberhasilan itulah yang dimaksudkan sebagai hal yang memuaskan. Bisa jadi, Anda punya bisnis baru atau punya metode bekerja yang baru yang bisa meningkatkan produktivitas.

Memang, tentu saja yang namanya kepuasan bersifat relatif dan juga subjektif. Artinya, sesuatu yang memuskan pada seseorang, belum tentu memuaskan pada orang lain.

Atau, hal yang hari ini kita anggap memuaskan, bisa jadi beberapa bulan kemudian, kita anggap hal yang biasa-biasa saja.

Jika kebetulan ada orang yang menggerutu saja meratapi nasibnya, maka ia akan tetap terpuruk, dan pasti tidak merasakan kepuasan.

Biasanya, mereka yang tidak mampu melihat peluang, cenderung menunggu bantuan dari pihak lain, katakanlah dari pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat.

Padahal, pihak lain itu sendiri berada di luar kendali kita. Dan kalau dipikir-pikir, hal yang diluar kendali tersebut ada banyak sekali, termasuk kondisi ekonomi makro.

Maka, soal harga barang dan jasa yang seperti berlomba-lomba naik, juga soal kenaikan jumlah pengangguran dan penambahan warga miskin, jika diratapi, rasanya tak kan mengubah nasib kita.

Bukannya kita tidak boleh kritis kepada pemerintah. Tapi, dalam konteks pengembangan kompetensi individu, biarlah soal makro tersebut dicarikan solusinya oleh pihak yang berkompeten.

Kecuali, bagi orang yang berkutat sebagai akademisi, pengamat, kolumnis, politisi, atau aktivis organisasi, yang harus "membedah" kondisi makro tersebut.

Bagi kita yang tergolong warga masyarakat biasa, lebih baik fokus pada hal yang secara pribadi kita mampu memegang kendalinya.

Misalnya, kalau kita termasuk yang terkena PHK, jelas masa 2 tahun terakhir ini menjadi masa yang sangat berat. 

Demikian juga bagi mereka yang menjadi pedagang atau punya usaha memproduksi sesuatu, sangat mungkin omzetnya menurun tajam.

Tapi, dari proses perenungan, pencarian informasi, atau setelah berbincang-bincang dengan orang lain, bisa saja kita menemukan ide baru. 

Kemudian, ide tersebut, seperti telah disinggung di atas, dengan berbagai upaya trial and error, akhirnya bisa menjadi sesuatu yang memuaskan kita.

Nah, proses menemukan ide, mewujudkannya dan mengembangkannya, meskipun melalui tahap jatuh bangun, dapat dianggap mencerminkan kompetensi yang kita miliki.

Bisa juga Anda belum merasakan satu hal pun yang memuaskan Anda dalam 2 tahun terakhir ini. Tidak masalah, sepanjang Anda tidak selalu menggerutu meratapi nasib.

Yang penting jangan lelah mencari berbagai informasi, berdiskusi atau mengikuti berbagai pelatihan di bidang yang Anda punya passion. Mudah-mudahan muncul ide brilian yang aplikatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun