Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Lembaga Amal Mencari Donasi Menggunakan Kebocoran Data?

16 September 2022   07:37 Diperbarui: 16 September 2022   07:41 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pencurian data|dok. Infokomputer, dimuat timesindonesia .co.id

Kalau Anda tiba-tiba ditelpon oleh orang yang tidak dikenal atau dikirimi pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal, besar kemungkinan bukan karena salah sambung.

Tapi, si penelpon atau si pengirim pesan memang ada maunya, dengan terlebih dahulu berupaya menjalin komunikasi dengan Anda. 

Dari mana mereka tahu nomor Anda, tak perlu ditanya. Data pribadi seseorang, termasuk nomor hape, konon gampang dibeli karena memang ada yang menjual.

Bank, perusahaan asuransi, perusahaan pengelola investasi, pengelola aplikasi pinjaman online, adalah beberapa contoh pihak yang sangat memerlukan data pribadi seseorang untuk diprospek menjadi nasabahnya.

Dengan mengetahui nama, nomor ponsel, alamat, tempat dan tanggal lahir, agama, dan pekerjaan dari seseorang, itu sudah sangat membantu untuk memilah-milah kelompok yang akan diprospek.

Jadi, heboh-heboh soal fenomena Bjorka yang sekarang lagi terjadi, bukan lagi sesuatu yang aneh. Bjorka adalah seorang hacker atau peretas database yang disimpan instansi atau perusahaan tertentu.

Sebetulnya, jauh sebelum Bjorka, sudah berulang kali terjadi kebocoran data pribadi, sehingga hal ini seolah-olah sudah tak terhindarkan. 

Padahal, lembaga yang menyimpan data berupa identitas pribadi pelanggannya atau bahkan data kependudukan, seharusnya mampu meningkatkan keamanan datanya agar tidak dijebol hacker.

Tapi, kalaupun tidak dijebol pihak luar, diduga ada pula oknum tertentu di suatu lembaga atau perusahaan yang punya akses ke database yang bersifat rahasia, yang justru menjualnya.

Siapa yang membeli data yang bocor? Di atas telah disebut seperti pengelola aplikasi pinjaman online dan lain-lainnya. 

Namun, ada pihak pembeli data yang sangat perlu diwaspadai, yakni mereka yang berniat buruk, yang mungkin saja terorganisir mirip organisasi mafia. 

Contoh mereka yang berniat buruk tersebut adalah yang bertujuan untuk menipu atau membobol rekening seseorang.

Maka, jika ada nomor tak dikenal yang tiba-tiba masuk ke ponsel kita, mau berniat buruk atau tidak, kita harus meningkatkan kecurigaan dulu.

Bahkan, kalaupun yang menghubungi kita mengaku sebagai petugas bank tempat kita menabung, jangan langsung percaya. 

Petugas bank yang resmi tidak pernah minta kata sandi, OTP, PIN, atau sejenis itu kepada nasabahnya. 

Nah, sekarang tentang pengalaman saya sendiri, sudah ada dua lembaga amal yang mengumpulkan zakat, infak dan sadakah, yang berkali-kali mengirim pesan meminta sumbangan.

Saya kaget, kira-kira dari mana lembaga amal tersebut tahu nomor saya? Apakah sekarang lembaga amal mulai meniru cara lembaga keuangan memprospek nasabahnya, termasuk dengan mencari data secara ilegal? Wallahualam.

Tak ada yang keliru dengan lembaga amal tersebut bila mencari dana seperti petugas perusahaan asuransi, bank, atau pengelola pinjaman online memasarkan produknya.

Masalahnya, saya merasa kurang nyaman dari sisi etika berkomunikasi saja, karena lembaga amal tersebut tidak menjelaskan dari mana mereka mendapatkan nomor saya. 

Menurut saya, paling tidak, ada 2 hal penting dalam memulai komunikasi dengan orang yang belum saling mengenal.

Pertama, setelah mengucap salam, menjelaskan terlebih dahulu dari mana mendapatkan nomor orang yang dihubunginya.

Bukankah untuk mendapatkan nomor orang lain, tidak otomatis berarti dengan membeli data yang bocor? Siapa tahu, dari rekan kerja yang telah terlebih dahulu punya nomor kita.

Kedua, memperkenal diri sendiri dengan menyebut nama pribadi dan nama perusahaan atau instansi tempatnya bekerja. 

Kemudian, baru menjelaskan tujuannya, setelah si penerima pesan memberikan respon positif, dalam arti berkenan untuk melanjutkan chatting atau pembicaraan.

Jangan ujuk-ujuk hanya sekadar menyebut salam seperi "selamat siang pak", menyebut nama sendiri, lalu langsung menawarkan barang atau jasa, tanpa menunggu respon terlebih dahulu.

Soalnya, orang yang tiba-tiba mendapat pesan dari nomor tidak dikenal biasanya akan kaget, kok ada orang lain tahu nomornya?

Nah, penjelasan dari mana mereka mendapat nomor menjadi hal penting, agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Saya sendiri juga kadang-kadang membutuhkan nomor seseorang yang saya perlu hubungi. Lalu, saya cari teman yang kira-kira punya nomor tersebut.

Saat saya mengirim pesan, saya akan berterus terang, sambil mohon maaf terlebih dahulu, bahwa saya dapat nomor yang bersangkutan dari siapa.

Kemudian, baru saya menyebut identitas saya dan apa keperluan saya. Bisa juga dibalik, memperkenalkan diri dulu, baru menyebut dari mana mendapatkan nomor.

Dengan demikian, si penerima pesan tidak akan curiga bahwa saya menghubunginya bukan untuk menipu atau hal-hal negatif lainnya.

Jika ada teman yang meminta nomor orang lain yang saya sudah punya, saya biasanya minta izin dulu ke orang yang punya nomor, bolehkah saya bagikan ke orang lain?

Atau, kalau saya yakin mereka sudah saling mengenal, saya bisa langsung memberi nomor, tapi langsung mengirim pesan ke yang punya nomor bahwa nomornya sudah saya bagikan ke seseorang (dengan menyebut nama orang itu).

Itulah yang saya maksud dengan semacam etika memulai komunikasi dengan pemilik nomor yang baru kita dapatkan yang mungkin sering diabaikan orang lain.

Nah, tentang lembaga amal yang saya singgung di atas, semoga saja mereka mendapat nomor saya dari jalur yang baik-baik saja, bukan dari data yang bocor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun