Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mampukah Raja Charles III Mewarisi Kharisma Ratu Elizabeth II?

12 September 2022   05:03 Diperbarui: 12 September 2022   21:30 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratu Elizabeth II dari Kerajaan Inggris didampingi putranya, Pangeran Charles, saat Pidato Pembukaan Parlemen di Istana Westminster, London, pada 19 Desember 2019. (Leon Neal/Pool via REUTERS via kompas.com)

Liputan atas wafatnya Ratu Elizabeth II pada 8 September 2022 lalu, hingga hari ini masih mendominasi berita di media massa, tidak saja di media Inggris, tapi juga Indonesia.

Artinya, Ratu Elizabeth yang wafat pada usia 96 tahun itu begitu dicintai oleh rakyat Inggris, dan cinta tersebut berhembus kencang menjadi rasa cinta dari berbagai pelosok dunia.

Jika melihat pada era modern ini, era negara monarki terkesan sudah ketinggalan zaman. Namun, tidak demikian di Inggris, yang membuktikan bahwa Ratu Elizabeth II dihormati rakyatnya bukan semata-mata karena statusnya sebagai seorang ratu. 

Tapi, sikap dan perilaku Ratu Elizabeth II yang bertahta selama 70 tahun itu, memang sangat pantas untuk dihormati.

Hemat bicara di depan umum, namun punya selera humor yang baik, ramah, dan independen dalam mengambil keputusan, itulah kunci kenapa Ratu Elizabeth mendapat penghormatan yang begitu dahsyat.

Justru karena hemat bicara itulah terdapat kewibawaan dan bahkan kharisma Ratu Elizabeth II. Bandingkan dengan para penguasa yang rajin berkomentar keras, malah bisa dinilai rakyatnya sebagai sikap yang sombong.

Penghormatan yang mendalam bagi Ratu Elizabeth II juga terbukti dengan diliburkannya pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris. Demikian pula Serikat Pekerja Inggris membatalkan agendanya untuk mogok kerja.

Jangan tanya bagimana antusiasnya rakyat Inggris melihat langsung prosesi pemakaman Ratu Elizabeth. Bahkan, warga luar Inggris pun tak kalah antusias dengan datang ke Inggris.

Kharisma Ratu Elizabeth II memang sangat luar biasa yang berdampak positif bagi keberhasilan diplomasi Inggris di mata dunia.

Betapa tidak, Ratu bisa menjaga kedudukan Inggris di dunia internasional dan aliansinya dengan Amerika Serikat (AS) tetap terjaga dengan baik.

Kemudian, terjadinya Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa) tidak membuat rakyat Inggris terbelah berkat ada Ratu Elizabeth sebagai simbol pemersatu.

Tidak hanya Inggris Raya yang bersatu, tapi Ratu juga amat disegani negara-negara bekas jajahan Inggris dalam kerangka Persemakmuran (Commonwealth).

Makanya, ketika di banyak negara lain era monarki ditumbangkan oleh gerakan demokrasi, di Inggris monarki tetap lestari dan beriring sejalan dengan praktik demokrasi.

Memang, masih ada beberapa negara lain yang tetap menjadi negara monarki dengan posisi raja atau ratu sebagai simbol.

Tapi, Ratu Elizabeth memainkan peran besar yang bukan sekadar simbol. Tanpa banyak dipublikasikan, sebetulnya Ratu Elizabeth rutin berdiskusi dengan Perdana Menteri Inggris membahas berbagai persoalan negara.

Tak bisa membayangkan bersatunya Inggris Raya (terdiri dari Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara) tanpa adanya Kerajaan Inggris yang berwibawa.

Nah, sekarang beban berat dipikul Raja Charles III sebagai pengganti Ratu Elizabeth II. Diduga Raja Charles akan mengalami hal yang berbeda, mungkin tidak dicintai rakyatnya sedahsyat cinta kepada Ratu Elizabeth II.

Kompas edisi Sabtu (10/9/2022), menulis periode kekuasaan Raja Charles III sebagai "Era Baru Raja yang Kurang Populer".

Soalnya, publik tidak lupa dengan perlakuan Pangeran Charles terhadap Lady Diana yang ketika itu menjadi istrinya.

Sejarah telah mencatat hal yang sangat ironis, ketika Pangeran Charles menikah dengan Lady Diana pada tahun 1981, sangatah meriah dan ditonton banyak orang. Bahkan, miliaran orang ikut menyaksikan melalui siaran langsung televisi. 

Namun, pernikahan mereka berlangsung dengan kacau karena hati Charles tetap ke Camilla. Perceraian akhirnya tak terelakkan yang terjadi pada 1996 setelah 4 tahun berpisah.

Harus diakui, Raja Charles III bukanlah sosok yang berkharisma seperti ibunya dan juga bukan sosok yang spesial di kancah internasional.

Artinya, bukan negara lain tidak menghormati Raja Charles III, tapi kadarnya tidaklah istimewa seperti yang diterima Ratu Elizabeth II.

Memang, soal kharisma bukan sesuatu yang bisa diwarisi secara instan, tapi dibangun dari karakter pribadi yang kuat, berwawasan luas dan bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun