Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sampai Kapan Jalan Raya Jadi "Pembunuh Massal" di Indonesia?

7 September 2022   16:54 Diperbarui: 7 September 2022   17:13 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, tentu ada juga faktor lain sebagai penyebab, seperti kondisi kendaraan yang bermasalah dan juga kondisi jalanan yang kurang baik. 

Hanya saja, karena yang mengecek kondisi kendaraan serta menginspeksi kondisi jalanan juga manusia, pada akhirnya semua terpulang pada faktor manusia.

Selain itu, kepatuhan masyarakat kita terhadap rambu-rambu dan ketentuan berlalu lintas, harus diakui masih tergolong rendah. 

Dalam hal pengemudi yang mengantuk tapi memaksakan diri untuk tetap menyetir, ini tindakan yang sangat berbahaya. 

Apalagi, bila lewat jalan tol yang mulus, bukan tidak mungkin pengemudinya tertidur beberapa detik. Justru beberapa detik itu yang bisa fatal.

Bayangkan jika dalam kendaraan yang supirnya mengantuk tersebut ada banyak penumpang, si supir tanpa menyadari berpotensi menjadi pembunuh massal.

Kalau dipikir-pikir, supir yang nekat tersebut seolah-olah punya nyawa cadangan saja. Demikian kurang berharganya nyawa diri sendiri.

Anggaplah si supir memang punya nyali yang kuat, tapi mbok ya, pikirkanlah nasib para penumpangnya yang mengalami sport jantung.

Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia juga belum menjamin bahwa pemegangnya sudah mampu mengemudi dengan baik dan tertib berlalu lintas.

Sosialisasi dan razia dari pihak kepolisian sebagai upaya pencegahan tetap diperlukan, bahkan kalau bisa diperbanyak. 

Bangkai mobil yang dipajang di pinggir jalan raya yang strategis sebagai tanda peringatan, juga boleh-boleh saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun