Ketika pemerintah mengumumkan harga BBM naik lagi, sebetulnya bukan hal yang mengejutkan. Maksudnya, sebagian besar masyarakat sudah dapat informasi ketika pemerintah sudah mengambil ancang-ancang.
Ternyata, meskipun bukan kejutan, tak berarti masyarakat menerima begitu saja. Paling tidak, beberapa elemen masyarakat, terutama mahasiswa dan serikat pekerja, langsung bereaksi cukup keras.
Rekasi yang paling dominan berupa aksi unjuk rasa yang tidak saja terjadi di ibu kota, tapi secara serentak juga terjadi di berbagai penjuru tanah air pada Senin dan Selasa (5-6/9/2022) kemarin.
Aksi demo tersebut diduga akan terus berlanjut pada hari-hari berikutnya, kecuali bila pemerintah mencabut keputusan menaikkan harga BBM, seperti yang dituntut para pendemo.
Di Jakarta, tempat yang dipilih untuk melakukan demo  antara lain di depan Gedung DPR-MPR di kawasan Senayan dan di sekitar Patung Kuda, kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Tentu saja, hampir mustahil jika pemerintah mencabut kembali keputusannya, meskipun jika eskalasai aksi demo meningkat sedemikian rupa, apapun bisa terjadi.
Apalagi, (mudah-mudahan tidak terjadi), ada pihak lain yang menunggangi aksi demo mahasiswa dan buruh, untuk tujuan politik tingkat tinggi.
Bagaimana suasana demo di Jakarta dan berbagai kota lain dapat dipantau dari liputan media televisi, media cetak, dan media daring.
Jelas sekali bahwa yang menjadi headline di berbagai media di atas dan karenanya diliput secara luas, adalah aksi demo menolak kenaikan harga BBM.
Selain itu, juga ada liputan tentang mogoknya pengemudi angkot di sejumah kota dan kenaikan tarif bus rute antar kota antar provinsi (AKAP).
Namun, yang jadi "bintang" media massa kali ini memang para mahasiswa dan juga buruh yang melakukan aksi demo.
Maka, setelah hampir dua bulan menjadi berita utama di media massa, akhirnya pembahasan mengenai kasus Ferdy Sambo berhasil "ditenggelamkan" aksi demo.Â
Bagi sebagian orang yang betul-betul sudah bosan mengikuti berita tentang Ferdy Sambo, saatnya untuk membaca media daring atau menonton siaran televisi lagi.
Begitulah memang jurnalisme kita saat ini, begitu ada berita yang lagi heboh, segera semua media seperti dikomandoi menggarap hal yang sama.
Akhirnya, hampir tak ada beda antara berita di suatu media dengan media lain. Untunglah, Kompasiana yang menampung banyak tulisan yang bersifat opini (bukan berita), cukup variatif dalam mengulas kasus Ferdy Sambo.
Harus diakui, selama ini agaknya belum ada berita tentang seseorang yang demikian lama menjadi topik utama di media massa seperti Fedy Sambo.
Hal itu terjadi karena kasus yang menjerat perwira polisi berbintang dua itu juga punya banyak sisi "drama"-nya, sehingga memicu rasa keingintahuan masyarakat.
Kemudian, berbagai tahap dalam pengungkapan kasus tersebut, ditangkap para jurnalis sebagai momen yang perlu diliput secara terus menerus, seperti serial drama televisi.
Lagipula, awalnya publik pesimis kasus ini akan terungkap secara tuntas. Namun, ketegasan Presiden Joko Wododo bisa dikatakan menjadi faktor kunci, sehingga Polri berupaya keras mengusutnya dengan bersungguh-sungguh.
Mungkin kehebohan dan berpanjang-panjangnya berita tentang Fredy Sambo, lebih lama menghiasi media ketimbang berita bencana alam seperti tsunami yang melanda Aceh belasan tahun lalu.
Atau, berita tentang kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di perairan Karawang pada 29 Oktober 2018, juga tidak sampai demikian lama menjadi headline.
Begitu pula dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021.
Nah, bisa jadi sumber berita yang selama ini dikerubungi jurnalis yang ingin mendapatkan perkembangan kasus Ferdy Sambo, saat ini bisa "bernafas" sejenak.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H