Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Betulkah Pemerintah Sudah Sekuat Tenaga Menahan Harga BBM?

6 September 2022   06:57 Diperbarui: 6 September 2022   07:01 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo|dok. Setneg/BPMI Setpres, dimuat Kontan.co.id

Presiden Joko Widodo secara resmi telah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yakni untuk jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax, pada Sabtu (3/9/2022) lalu.

Dalam pengumuman tersebut, sebagai pengantar, Presiden antara lain mengatakan bahwa sebetulnya pemerintah tidak ingin menaikkan harga BBM. 

Namun, meskipun pemerintah sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahan harga, dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pemerintah memilih menaikkan harga BBM.

Artinya, keputusan tersebut merupakan hal tersulit, namun harus diambil karena merasa sudah tidak ada pilihan lain.

Pemerintah mempertimbangkan makin meningkatnya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022. Naiknya tidak tanggung-tanggung, yakni tiga kali lipat.

Kemudian, yang membuat pemerintah makin mantap untuk menaikkan harga, karena ternyata 70 persen subsidi dinikmati oleh golongan masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil pribadi.

Maka, mau tak mau harga BBM naik lagi, karena bukankah ini sudah yang kesekian kalinya? Untuk Pertamax misalnya, sebelum kenaikan harga yang sekarang, sebetulnya juga relatif belum lama naik.

Namun, begitu pemerintah menaikkan harga BBM, di media massa dan juga media sosial muncul berbagai tulisan yang sebagian di antaranya berpendapat bahwa sebetulnya ada solusi lain yang lebih tepat.

Makanya, timbul pertanyaan, sekuat tenaga seperti apa yang telah dilakukan pemerintah? Jangan-jangan masih ada celah yang masih bisa dicoba tanpa perlu menaikkan harga BBM.

Sudahkah pemerintah mempreteli semua pos anggaran, dan mencoret hal yang tidak begitu penting, dibandingkan anggaran untuk subsidi agar harga BBM tetap terjangkau oleh orang banyak?

Contohnya, anggota DPR dan DPD hanya bekerja 1 periode (5 tahun), tapi mendapat pensiun seumur hidup yang dananya bersumber dari anggaran negara. 

Kenapa tidak memberikan pensiun sesuai dengan masa baktinya saja. Artinya, jika menjadi anggota dewan hanya 1 periode, uang pensiunnya juga cukup selama 5 tahun.

Lalu, bukan rahasia lagi, dalam pengadaan berbagai barang atau untuk membangun berbagai proyek, kebocoran masih saja terjadi.

Sudahkah pemerintah berupaya semaksimal mungkin mencegah kebocoran anggaran yang dikorupsi oknum-oknum aparat negara?

Berkutnya, terhadap koruptor yang sudah diproses secara hukum, sudahkah maksimal menyita harta kekayaannya dan melelang untuk menambal penerimaan negara?

Kemudian, soal BBM bersubsidi yang justru banyak dikonsumsi golongan masyarakat yang mampu, ini memang harus diakui masih sering terjadi.

Soalnya, sebagian masyarakat yang sebetulnya mampu membeli BBM non subsidi, tetap ikut-ikutan mengantre BBM bersubsidi.  

Hal itu berkaitan dengan tingkat kesadaran yang masih rendah serta adanya mental aji mumpung. Maksudnya, mumpung masih bisa membeli, ya beli saja yang lebih murah.

Tapi, bukankah pemerintah sudah menyiasati dengan mewajibkan pembelian BBM bersubsidi via aplikasi? Sudahkah dievaluasi dan diperbaiki apabila ada kelemahannya?

Jadi, terlepas dari titik pandang yang berbeda, wajar saja bila muncul pendapat bahwa pemerintah sebetulnya masih punya pilihan lain.

Ya, apapun juga, kebijakan telah diambil, yakni naiknya harga BBM. Bagi kita sebagai konsumen yang mau tak mau pasti membutuhkan BBM, saatnya berpikir dan bertindak rasional.

Menghemat konsumsi BBM menjadi kata kunci yang perlu menjadi kebiasaan baru kita. Jika membawa kendaraan pribadi terasa mahal, pilihlah bepergian dengan transportasi publik, meskipun tarifnya juga mungkin naik.

Namun, ada hal yang diluar kendali kita, yakni adanya dampak ikutan dari kenaikan harga BBM bersubsidi, seperti naiknya harga barang dan jasa yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Ya, inipun artinya kita menghemat lagi dalam berbelanja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun