Banyak pihak yang memberikan apresiasi atas kemajuan transportasi publik di Jakarta, yang juga telah terintegrasi dengan kawasan penyangga di Depok, Bekasi, dan Tangerang.
Tapi, tanpa mengurangi penghargaan kepada usaha keras semua pihak yang terkait dengan transportasi publik di Jabodetabek, sebetulnya kondisi sekarang pun masih belum berhasil sesuai harapan.
Transportasi publik baru bisa dikatakan sukses, bila mayoritas warga yang selama ini masih menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian, terutama ke tempat mereka bekerja setiap hari, mau dengan sukarela berpindah ke transportasi publik.
Untuk kota Jakarta, pilihannya sebetulnya lumayan banyak, seperti Angkot Jak Lingko yang menjangkau jalan kecil, bus Transjakarta di jalan sedang dan besar, dan kereta api komuter yang jangkauannya cukup luas.
Untuk kawasan tertentu juga tersedia mass rapid transit (MRT) dan segera menyusul moda baru (juga untuk rute tertentu), light rail transit (LRT).
Selain itu, masih ada moda transportasi taksi, bajaj dan ojek motor. Ada pula ojek sepeda di sekitar kawasan Tanjung Priuk (Jakarta Utara).
Nah, sebetulnya pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari, kereta api komuter dan Transjakarta terlihat penuh sesak.Â
Tapi, jalan raya di ibu kota tetap macet parah karena mereka yang menggunakan kendaraan pribadi masih lumayan banyak pula.
Padahal, Pemprov DKI Jakarta menerapkan sistem ganjil genap dalam rangka membatasi perjalanan kendaraan pribadi di ruas jalan tertentu.
Artinya, jika armada Transjakarta ditambah secara signifikan, sehingga tak lagi berdesak-desakan, diharapkan sebagian pengguna kendaraan pribadi akan berpindah ke Transjakarta.