Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pakaian Adat yang Naik Kelas di Era Presiden Jokowi

17 Agustus 2022   17:46 Diperbarui: 17 Agustus 2022   18:01 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, Rabu (17/8/2022), seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, merayakan Hari Ulang Tahun ke-77 Republik Indonesia (HUT 77 RI).

Dua hari yang lalu, saya betandang ke kantor pusat sebuah BUMN untuk bertemu beberapa orang teman. Ternyata, dari obrolan teman-teman itu, mereka lagi disibukkan mencari pakaian adat.

Ceritanya, untuk upacara HUT Kemerdekaan RI di kantor tersebut, Direksi BUMN itu menginstruksikan para peserta mengenakan pakaian adat.

Pada upacara tahun 2020 dan 2021 yang lalu, hanya dilakukan secara virtual, sehingga tahun ini yang dilakukan secara langsung, sangat terasa kesibukannya.

Memang, ada yang merasa terbebani dengan memakai baju adat, terutama pejabat yang wanita. Mungkin agak ribet saat berangkat dari rumah ke kantor atau saat berganti pakaian setelah upacara.

Tapi, saya sendiri berpendapat bahwa memakai pakaian adat sebetulnya tidaklah rumit. Hanya karena tidak terbiasa saja. 

Sama saja ketika dulu saat baru bekerja, rasanya memasang dasi itu cukup rumit. Saya membutuhkan waktu 5-10 menit hanya untuk memasang dasi.

Namun, ketika sudah terbiasa, saya malah bisa memakai dasi sambil berjalan, karena sudah tahu pola membuhulnya secara cepat.

Memang, sejak Joko Widodo menjadi Presiden pada 2014, terlihat bahwa beliau sangat menghargai beragamnya adat dan budaya berbagi suku di Indonesia.

Meskipun beliau orang Jawa, Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan acara kenegaraan tampil dengan baju adat daerah tertentu.

Misalnya, beliau pernah memakai baju adat Bugis, Kalsel, Aceh, NTB (suku Sasak), NTT (suku Sabu), Banten, Lampung, dan sebagainya.

Pada Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat (16/8/2022), Presiden Jokowi mengenakan baju adat Pakisan dari Bangka Belitung.

Presiden menjelaskan filosofi pakaian yang dikenakannya tersebut. Motifnya bernama "pucuk rebung" yang melambangkan kerukunan dan warna hijau yang dipilih Jokowi melambangkan kesejukan, harapan, dan pertumbuhan.

Kemudian, sepanjang pagi Rabu (17/8/2022) saya sengaja nongkrong di depan layar televisi. Saya sangat menikmati siaran langsung kegiatan upacara bendera yang disiarkan beberapa stasiun televisi.

Tentu saya ingin tahu, kali ini baju adat dari daerah mana yang dikenakan Presiden Jokowi. Akhirnya terjawab sudah, beliau memakai baju adat Buton (Sulawesi Tenggara) dengan warna dominan merah.

Upacara yang diliput televisi tidak saja yang dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, tapi juga dari Sota (sebelah timur Merauke dan berbatasan dengan Papua Nugini), Tembagapura, Pulau Rote, Pulau Talaud, dan berbagai daerah lainnya.

Salah satu hal yang sangat menarik perhatian saya adalah kostum yang dikenakan para peserta dan undangan upacara. 

Cara Presiden Jokowi menghargai pakaian adat, rupanya menular dengan cepat ke berbagai penjuru. Betul-betul ampuh "kampanye" berbaju daerah yang dilakukan Jokowi. Sehingga, boleh disebut bahwa pakaian adat lagi "naik kelas".

Ya, kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikan budaya berbagai daerah yang kita punyai, yang merupakan modal yang tak ternilai harganya bagi bangsa Indonesia.

Saat era kolonial Belanda dulu, pemerintah melarang masyarakat pribumi berpakaian seperti orang Eropa. Memang, dari kacamata Belanda, tentu niatnya agar mereka gampang mengawasi.

Tapi, dilihat dari sisi positifnya, jejak kolonial tersebut membuat pakaian berciri khas daerah atau suku tertentu, tetap lestari.

Gerakan politik memang sangat dibatasi oleh pemerintahan kolonial Belanda. Tapi, aktivitas yang murni bermuatan sosial, adat, budaya, dan agama, tetap diperbolehkan.

Coba perhatikan foto-foto jadul di zaman kolonial. Bukankah tokoh-tokoh pergerakan banyak yang memakai baju daerah masing-masing, seperti pakai baju surjan lurik dan tutup kepala blangkon.

Atau yang terkesan religius, lazimnya berkain sarung dan berpeci. Sedangkan ibu-ibunya memakai baju kurung dan tutup kepalanya cukup dililit pakai selendang, sehingga rambut sedikit kelihatan.

Lalu, kenapa setelah bangsa Indonesia meraih kemerdekaan, banyak pejabat yang terkesan lebih bangga memakai jas dan dasi? Inilah yang mau dikikis oleh Presiden Jokowi agar kembali pada khazanah adat dan budaya kita sendiri.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun