Mungkin masih butuh beberapa tahun lagi, agar sudah ada beberapa pohon rindang dan tinggi. Namun, di tengah langkanya ruang terbuka hijau di Jakarta, yang ada sekarang pantas disyukuri.
Memang, saya sudah tahu, untuk Jakarta tak mungkin punya hutan kota sekelas Central Park New York. Tapi, karena saya tinggal di Tebet, Jakarta Selatan, paling tidak yang di GBK menurut saya setara dengan Tebet Eco Park.
Ternyata, saya bingung juga, taman padang rumput biasa kok disebut hutan kota. Mungkin ini pertanda bagus, sebagai harapan bahwa semangatnya jelas, untuk memperbanyak kawasan hijau di tengah Jakarta.
Seperti diketahui, agar tingkat polusi kota tidak terlalu tinggi, ruang terbuka hijau (RTH) di sebuah kota minimal sebesar 30 persen dari keseluruhan luas lahan di kota tersebut.
Di Jakarta, meskipun sudah banyak pemukiman liar yang digusur dan dikonversi menjadi RTH, tapi rasio RTH di ibu kota masih di bawah 30 persen.
Sekarang ini, di Jakarta, kawasan hijau paling luas (tapi juga tak bisa disebut hutan kota) adalah kawasan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat.
Sayangnya, di sekitar Tugu Monas yang jadi ikon Jakarta itu, cukup luas juga area yang dipasang paving block, sehingga mengurangi area rerumputannya.
Atau, kawasan rimbun dari pohon mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), lebih layak menyandang status "Hutan Mangrove Jakarta".
Namun, dengan rendah hati, nama resmi kawasan wisata di Jakarta Utara tak ada kata "hutan"nya. Nama resminya adalah Kawasan Ekowisata Mangrove PIK.