Indonesia merupakan salah satu produsen mi instan terkemuka di dunia yang tidak hanya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, tapi juga diekspor ke berbagai negara.
Mi instan bisa disebut sebagai makanan sejuta umat, eh, sebetulnya malah ratusan juta umat. Inilah makanan yang mudah didapat, gampang dimasak, dan yang penting harganya sangat terjangkau oleh warga kelas bawah sekalipun.
Namun, tidak berarti mi instan sebagai makanan masyarakat kelas bawah saja. Soalnya, banyak juga orang kaya yang masih makan mi instan, tapi ditambah dengan makanan berbahan daging sapi atau ayam.
Baru-baru ini media massa menghebohkan tentang harga mi instan naik. Katanya, bisa naik 3 kali lipat. Tapi, Menteri Perdagangan membantah, mungkin naiknya tidak terlalu tinggi.
Adapun sumber yang mengatakan harganya naik 3 kali lipat adalah dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Dasarnya adalah dampak dari perang Rusia-Ukraina yang masih belum berakhir.
Seperti diketahui, mi instan dibuat dari gandum. Ternyata gandum tersebut selama ini banyak didatangkan dari Ukraina dan Rusia.
Tapi, karena itu tadi, kedua negara itu tengah berperang, pasokan gandum pun terganggu yang mengakibatkan harganya melambung.
Produk mi instan, terlepas soal kandungan gizinya yang rendah dan citranya yang kurang sehat, buktinya selama ini telah menjadi penolong bagi banyak orang.
Banyak orang dimaksud bukan hanya sebagai konsumen seperti anak sekolah atau kuliah yang tinggal di kamar kos-kosan, serta masyarakat kelas menengah ke bawah dari kota hingga ke desa.
Juga bukan saja keuntungan bagi produsennya yang pasti kaya raya karena produknya laku keras. Tentu, para karyawan di pabrik mi instan ikut kecipratan karena punya pekerjaan tetap.
Tapi, yang tak kalah banyak adalah para pedagang, baik pedagang mi instan di warung-warung kecil yang sangat tersebar di manapun, maupun pedagang makanan pinggir jalan yang memasak makanannya terlebih dahulu.