Tapi, pakaian Dewi sendiri bukan bergaya CFW. Foto yang diposting di akun media sosialnya, ada yang berpakaian dinas, ada juga yang berbaju warna ungu, dan semuanya memakai jilbab.
Masalahnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Payakumbuh, memberikan komentar miring terkait konten Dewi tersebut.Â
Menurut Dewi, MUI setempat melaporkannya kepada Wali Kota Payakumbuh. Intinya, penilaian MUI terhadap apa yang Dewi lakukan tidak sesuai dengan norma agama dan adat Minang.
Penilaian MUI yang menurut Dewi tidak obyektif itu telah menghancurkan kariernya yang terbilang cemerlang. Dewi terpilih menjadi camat terbaik se-Kota Payakumbuh dan sedianya akan mengikuti pemilihan di level Provinsi Sumbar.
Wanita kelahiran tahun 1979 dan punya dua gelar akademis itu, Sarjana Sains Terapan Pemerintahan (SSTP) dan Magister Sains (MSi), merasa dizalimi.
Terlepas dari kasus yang menimpa Dewi, ada pelajaran bagi pejabat publik yang gemar membuat konten untuk diunggah di akun media sosialnya.Â
Konten tersebut ibarat pedang bermata dua, bisa menaikkan popularitas, tapi juga bisa menuai kecaman. Kebetulan Dewi menerima kecaman dari MUI, tapi kecaman warganet, terkadang jauh lebih kejam.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H