Persemian tersebut dilakukan melalui acara khusus di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu (3/8/2022) kemarin.
Adapun tujuannya untuk mengubah paradigma ke arah yang positif. Selama ini, rumah sakit berfungsi untuk pengobatan (kuratif dan rehabilitatif).
Dengan mengubah nama jadi rumah sehat, maka fungsi promotif dan preventif juga dilaksanakan oleh rumah sakit. Jadi, warga tidak harus menunggu sakit untuk datang ke rumah sakit.
Seperti halnya dengan penggantian nama jalan, tentu setiap RSUD akan mengeluarkan biaya untuk mengubah papan nama, neon sign, atau tulisan RSUD yang lainnya yang ada di bangunan rumah sehat tersebut.
Istilah "rumah sakit", meskipun soal ketepatannya secara bahasa bisa diperdebatkan, toh, sudah sangat familiar dan diterima baik oleh masyarakat.
Memang, rumah sakit seolah-olah hanya rumah bagi orang sakit, padahal mereka yang tidak sakit tapi ingin mencegah munculnya penyakit, juga bisa berkonsultasi dengan dokter di sebuah rumah sakit.
Sebegitu pentingkah mengganti istilah rumah sakit dengan rumah sehat? Bagaimana tanggapan para ahli bahasa? Agaknya hal inilah yang bisa menuai pro dan kontra.
Anggaplah istilah rumah sakit sebagai sesuatu yang salah kaprah, tapi bagaimanapun juga, secara umum sudah diterima sebagai hal yang betul.
Kasusnya mungkin sama dengan pemakaian istilah "obat nyamuk", yang dapat ditafsirkan sebagai obat untuk nyamuk, seolah-olah nyamuk yang sakit dibikin jadi sehat.
Padahal, jelas-jelas, sebetulnya obat nyamuk adalah obat pembasmi nyamuk. Namun, karena masyarakat telah menerima dengan baik istilah ini, rasanya tidak ada lagi yang keliru menafsirkan.
Dulu, kalangan ahli bahasa pernah memperkenalkan istilah "obat anti nyamuk", tapi masyarakat tetap lebih suka menggunakan "obat nyamuk".