Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Tradisi "Manampuang", Membagi Daging Kurban Tanpa Desak-desakan

11 Juli 2022   17:29 Diperbarui: 11 Juli 2022   17:49 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi menampung daging kurban di sebuah desa di Sumbar|Foto dimuat di katasumbar.com

Cara membagi daging kurban yang diterapkan di mana-mana, rasanya sudah lumrah dengan membagi kupon kepada warga kurang mampu yang tinggal di sekitar lokasi pemotongan hewan kurban.

Tak ada yang salah dengan pembagian kupon. Hanya saja, karena para penerima kupon banyak yang takut tidak kebagian, lalu berdesak-desakan saat pembagian sudah dimulai.

Jangan heran, bila ada penerima kupon yang jadi korban, mungkin pingsan atau terinjak, saat mengantre mengambil daging kurban.

Nah, ada sebuah tradisi unik di salah satu jorong (dusun) di Kabupaten Agam, Sumbar, yang membagi daging tanpa perlu kupon dan tak perlu berdesakan.

Tradisi tersebut dilakukan di Jorong Sitingkai, Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, yang disebut dengan "manampuang" atau menampung.

Seperti ditulis oleh katasumbar.com (9/7/2022) tradisi tersebut tetap dipertahankan dari satu generasi ke generasi lainnya hingga saat ini, dan tidak diketahui kapan pertama kali sistem ini dilakukan.

Setelah hewan kurban selesai dipotong dan siap untuk dibagikan, maka warga setempat di sisi kiri dan kanan jalan akan berbaris (sambil duduk lesehan atau berdiri) menunggu jatah daging dibagikan.

Panjang antrean bisa hingga 300 meter. Petugas pembagi daging membawa daging dalam gerobak dorong (lihat foto di atas), dan mengisi ke kantong plastik yang disiapkan warga di depan tempat duduknya.

Cara seperti itu tentu banyak keuntungannya. Selain tidak ada desak-desakan, oleh panitia juga dinilai lebih adil dan merata dalam membagi daging.

Lagi pula, sistem manampuang ini enak dipandang dan lebih manusiawi. Tradisi iduladha tersebut pantas ditiru di tempat lain.

Perlu diketahui, di tempat lain di Sumbar, masih banyak pembagian daging kurban memakai sistem kupon, meskipun dalam pengambilan daging tidak terlalu berdesakan.

Jika berdesakan yang sampai menimbulkan korban terinjak atau pingsan, rasanya kurang manusiawi, seolah warga kurang mampu memang "sudah nasibnya" untuk menderita.

Padahal, daging tersebut hak mereka, karena mereka layak untuk menerima di hari raya Idul Adha. Mereka juga saudara-saudara kita, bukan warga negara kelas dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun