Gaya hidup minimalis sekarang ini lagi trend bagi banyak pasangan muda atau setengah baya. Tulisan ini tidak memberikan definisi yang kaku tentang minimalis.
Silakan saja masing-masing kita punya definisi tentang minimalis, namun pada intinya, gaya hidup seperti ini lebih memperhatikan kegunaan dari suatu barang dalam berbelanja atau menyimpannya.
Jadi, mereka bukan penganut hedonisme dan juga bukan kaum narsis yang suka pamer. Tapi, mereka juga bukan pelit. Soalnya, mereka tetap happy dan nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kenyamanan bergaya minimalis tersebut, memerlukan sebuah syarat mutlak, yakni harus ada kekompakan antar suami istri, harus satu visi, atau paling tidak, keduanya bisa berkompromi.
Soalnya, bila satu pihak memaksakan gaya minimalisnya, padahal pasangannya sebetulnya tidak ingin seperti itu, pasti timbul ketidaknyamanan.
Berikut ini saya akan bercerita pengalaman saya sendiri. Saya dan istri melakukan gaya minimalis untuk hal-hal yang berbeda, sehingga secara keseluruhan, hasilnya belum seperti yang saya harapkan.
Sudah dari remaja saya terbiasa mencatat sesuatu sebelum berbelanja, ya ada semacam daftar belanja. Setelah saya bekerja dan berumah tangga, saya terbiasa menyusun anggaran pemasukan dan pengeluaran secara bulanan.
Bahkan, untuk hal yang bersifat insidentil, termasuk membantu famili, sudah masuk dalam anggaran yang saya susun itu.
Tentu, setelah penghasilan saya mengalami peningkatan seiring perkembangan karir, alokasi untuk investasi semakin besar.
Saya tak mau terjebak dalam hedonic treadmill. Jadi, meskipun penghasilan meningkat, tidak otomatis membuat gaya hidup dan pola konsumsi  saya berubah.