Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beli Minyak Goreng Pakai Aplikasi dan Kontradiksi Digital Society

29 Juni 2022   05:13 Diperbarui: 5 Juli 2022   11:30 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang, membeli minyak goreng curah dilakukan pakai aplikasi PeduliLindungi. Untuk 2 minggu pertama ini memang masih tahap sosialisasi, tapi setelah itu sepetinya akan diberlakukan secara resmi.

Demikian pula membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu yang disubsidi pemerintah, mulai 1 Juli 2022 harus dilakukan melalui aplikasi MyPertamina.

Bisa jadi sebagian masyarakat masih sulit beradaptasi dengan cara bertransaksi menggunakan aplikasi. Mereka yang tergolong lansia atau warga yang berpendapatan rendah, mungkin belum akrab dengan segala sesuatu yang serba digital.

Tulisan ini tidak bermaksud mengelaborasi soal pembelian minyak goreng dan BBM dengan aplikasi. Hanya sekadar contoh bahwa saat ini kita tengah berada dalam tahap semakin berkembangnya digital society atau masyarakat digital.

Salah satu ciri masyarakat digital adalah penggunaan teknologi digital dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam aktivitas ekonomi, pelayanan publik, kesehatan, dan sebagainya.

Jadi, suka atau tidak suka, digitalisasi adalah sebuah keniscayaan, sudah jadi kehendak zaman. Tak ada di antara kita yang bisa menghindarinya.

Namun, perlu dicamkan, digitalisasi tersebut perlu dikendalikan. Kalau tidak terkendali, kontradiksi seperti yang sekarang terlihat di tengah masyarakat akan semakin menjadi-jadi.

Kenapa disebut kontradiksi? Karena, di satu sisi digitalisasi berarti kenyamanan, kemudahan, efisiensi, dan bahkan bisa membuat masyarakat lebih sejahtera, lebih adil, serta lebih demokratis.

Bukankah sudah banyak pelaku usaha, termasuk golongan usaha mikro, yang terbantu karena produknya dipromosikan serta ditransaksikan melalui platform digital?

Selain itu, keuntungan lainnya adalah lebih memupuk kepekaan sosial warganet. Sangat gampang mengumpulkan donasi jika penggalangan dana dilakukan secara online.

Demikian pula kontribusi bagi bidang pendidikan serta kesehatan, sekarang menjadi lebih maju berkat digitalisasi. Hal ini sangat kentara sewaktu pandemi Covid-19 merebak pada 2020 dan 2021 lalu.

Nah, sekarang kita lihat kontradiksinya, maksudnya dampak negatif digitalisasi. Harus diakui bahwa digital society juga melahirkan sejumlah masalah sosial yang meresahkan.

Betapa tidak meresahkan, karena kita merasakan terbelahnya masyarakat yang berpotensi meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Apalagi, hal tersebut cukup sering diprovokasi oleh berita yang sebetulnya hoaks. Masalahnya, sebagian masyarakat sangat gampang percaya begitu saja pada berita bohong itu.

Keresahan berikutnya, menyangkut silih bergantinya muncul kasus investasi bodong. Tingkat literasi keuangan rata-rata masyarakat kita yang relatif rendah, membuat banyak yang tergiur dan akhirnya menderita kerugian akibat investasi bodong.

Penipuan melalui media sosial dengan modus social engineering (berkomunikasi untuk menipu) sering mengintai masyarakat yang kurang awas. 

Berbagai macam modus penipuan tersebut, mulai dari yang berkedok mencari jodoh hingga membuat pengumuman seolah-olah dari manajemen sebuah bank yang punya jutaan nasabah.

Ilustrasi dok. gmedia.net.id
Ilustrasi dok. gmedia.net.id

Seorang nasabah yang tidak mengecek validitas pengumuman tersebut, lalu mengklik tautan pengumuman itu, akan menjadi sasaran empuk untuk dibobol rekeningnya.

Memang, yang paling mengkhawatirkan sekarang ini sebetulnya adalah kebocoran data yang antara lain digunakan untuk membobol rekening bank seseorang.

Jauh sebelum itu, ada modus "mama minta pulsa", "anak mama kecelakaan" atau "anak mama ditahan polisi". Artinya, mereka yang kreatif dalam konotasi negatif, sungguh lihai memainkan sisi psikologis calon mangsanya.

Kalau diperpanjang, tentu masih banyak lagi hal yang bisa disebut sebagai kontradiksi di era digitalisasi. Tapi, dengan contoh di atas, sudah cukup untuk menggambarkan bahwa kita perlu selalu waspada.

Kesimpulannya, digital society jelas punya sisi positif yang sangat banyak. Bahkan, saking banyaknya keuntungannya, kita sudah masuk pada tahap ketergantungan pada sesuatu yang bersifat digital.

Namun, jangan lupa, bahwa serangkaian dampak negatif dari digitalisasi, membuat kita selalu harus berhati-hati dengan membiasakan mengecek sesuatu sebelum bertindak.

Dan yang sangat kita harapakan, pemerintah dan pihak lain terkait harus semakin gigih mengatur dan mengawasi banyak sekali aplikasi digital, agar dampak negatifnya bisa diminimalisir.

Sebagai contoh, penggunaan aplikasi untuk pembelian minyak goreng dan BBM jangan sampai dimanfaatkan pihak lain untuk keuntungan pribadinya dan merugikan pengguna aplikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun