Demikian pula kontribusi bagi bidang pendidikan serta kesehatan, sekarang menjadi lebih maju berkat digitalisasi. Hal ini sangat kentara sewaktu pandemi Covid-19 merebak pada 2020 dan 2021 lalu.
Nah, sekarang kita lihat kontradiksinya, maksudnya dampak negatif digitalisasi. Harus diakui bahwa digital society juga melahirkan sejumlah masalah sosial yang meresahkan.
Betapa tidak meresahkan, karena kita merasakan terbelahnya masyarakat yang berpotensi meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Apalagi, hal tersebut cukup sering diprovokasi oleh berita yang sebetulnya hoaks. Masalahnya, sebagian masyarakat sangat gampang percaya begitu saja pada berita bohong itu.
Keresahan berikutnya, menyangkut silih bergantinya muncul kasus investasi bodong. Tingkat literasi keuangan rata-rata masyarakat kita yang relatif rendah, membuat banyak yang tergiur dan akhirnya menderita kerugian akibat investasi bodong.
Penipuan melalui media sosial dengan modus social engineering (berkomunikasi untuk menipu) sering mengintai masyarakat yang kurang awas.Â
Berbagai macam modus penipuan tersebut, mulai dari yang berkedok mencari jodoh hingga membuat pengumuman seolah-olah dari manajemen sebuah bank yang punya jutaan nasabah.
Seorang nasabah yang tidak mengecek validitas pengumuman tersebut, lalu mengklik tautan pengumuman itu, akan menjadi sasaran empuk untuk dibobol rekeningnya.
Memang, yang paling mengkhawatirkan sekarang ini sebetulnya adalah kebocoran data yang antara lain digunakan untuk membobol rekening bank seseorang.
Jauh sebelum itu, ada modus "mama minta pulsa", "anak mama kecelakaan" atau "anak mama ditahan polisi". Artinya, mereka yang kreatif dalam konotasi negatif, sungguh lihai memainkan sisi psikologis calon mangsanya.