Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Berburu Gaji Tinggi, Sambil Bekerja Melamar Lagi

21 Juni 2022   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2022   00:15 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat terlibat ngobrol-ngobrol informal dengan beberapa teman yang punya jabatan di divisi yang menangani "human capital" (sebelumnya disebut dengan sumber daya manusia), baik di perusahaan milik negara maupun di swasta.

Salah satu kesimpulan yang dapat saya tarik dari obrolan tersebut adalah bahwa loyalitas para fresh graduate yang mereka rekrut dalam 10 tahun terakhir ini, loyalitasnya relatif lebih rendah ketimbang generasi sebelumnya.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan loyalitas adalah kesetiaan seorang pekerja untuk berkarir dalam jangka panjang di tempat mereka mendapatkan pekerjaan.

Pada generasi sebelumnya, bukan tidak ada karyawan yang resign karena memperoleh pekerjaan di tempat lain, tapi secara persentase terhitung sangat rendah.

Apalagi, bagi mereka yang diterima di BUMN yang tergolong mapan, seperti bank-bank milik negara, Pertamina, Telkom, dan sebagainya, sangat banyak yang bekerja hingga masa pensiun tiba.

Bukan berarti gaji di perusahaan tersebut terbilang besar. Pada awalnya ya standar saja sesuai rata-rata di banyak perusahaan. 

Namun, seiring dengan kenaikan posisi, ditambah pembagian bonus bila target terpenuhi, kesejahteraan karyawan pun meningkat.

Nah, adapun anak muda sekarang gampang sekali gonta-ganti pekerjaan. Inginnya saat awal karir pun sudah dapat tempat yang bergaji tinggi.

Sehingga, sambil mereka bekerja di suatu perusahaan, mereka tetap rajin mencari informasi lowongan kerja di tempat lain yang tingkat gajinya lebih tinggi.

Sebagai contoh, anak saya sendiri yang lulus kuliah pada tahun 2018. Sekitar 2 bulan setelah itu, anak saya mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan jasa konsultan manajemen.

Namun, sekitar 6 bulan kemudian, anak saya pindah ke sebuah kantor akuntan publik yang relatif besar karena berafiliasi dengan akuntan publik yang sudah punya nama besar di level internasional.

Sayangnya, karena sering bekerja hingga larut malam, anak saya hanya bertahan sekitar 1,5 tahun. Si anak pindah lagi ke tempat lain, tapi masih di bidang konsultan.

Artinya, dalam 4 tahun bekerja, dijalani anak saya di 3 tempat yang berbeda. Sekarang ia masih berniat untuk mencari di tempat lain, bila ada yang memberikan gaji dan fasilitas yang lebih menarik.

Saya jadi geleng-geleng kepala. Soalnya, menurut saya, jika anak saya betah di satu tempat dan berkinerja baik, toh lama-lama akan dipromosikan. Setelah itu, kesejahteraan juga akan meningkat.

Tapi, anak saya kurang sabar. Katanya, teman-temannya pun banyak yang seperti itu. Kalau begitu, benar kata teman saya di atas, bahwa anak sekarang loyalitasnya relatif rendah.

Mungkin hal itu karena banyak anak muda yang berprinsip "jangan tua sebelum kaya". Demikian jargon yang membuat banyak anak muda tak hentinya berburu pekerjaan yang lebih menjanjikan.

Ilustrasi pekerjaan bergaji tinggi. Dok. topcareer.id
Ilustrasi pekerjaan bergaji tinggi. Dok. topcareer.id

Jadi, di sela-sela kesibukannya bekerja, mereka masih mencari informasi tempat lain yang mungkin dimasukinya. Menyiapkan lamaran kerja dan ikut seleksi, mereka lakukan dengan mencuri-curi waktu.

Tak heran, demi "jangan tua sebelum kaya", banyak sekali anak muda yang baru masuk dunia kerja, juga mulai menyisihkan sebagian gajinya untuk berinvestasi. Misalnya, dengan membeli saham dan reksadana.

Ya, beda generasi akan berbeda pula keinginan dan filosofinya dalam bekerja. Kita harus menerima sebagai salah satu kehendak zaman.

Namun demikian, perlu diingatkan kepada para remaja dan anak muda saat ini, agar dalam mencari kekayaan, jangan sampai salah jalan.

Salah jalan dimaksud antara lain adalah dengan melakukan cara-cara yang tidak diperkenankan secara hukum, seperti terjerat dalam kasus korupsi atau yang sejenis itu.

Perlu pula berhati-hati agar tidak terbujuk rayuan untuk menempatkan dana pada investasi bodong. Berharap menuai untung, nantinya malah buntung.

Satu lagi, kaya itu tidak terlarang. Tapi jangan larut dalam gaya hidup hedonisme. Tetaplah mematuhi ajaran agama yang kita anut dan tetaplah menghargai tradisi dan budaya bangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun