Namun, sekitar 6 bulan kemudian, anak saya pindah ke sebuah kantor akuntan publik yang relatif besar karena berafiliasi dengan akuntan publik yang sudah punya nama besar di level internasional.
Sayangnya, karena sering bekerja hingga larut malam, anak saya hanya bertahan sekitar 1,5 tahun. Si anak pindah lagi ke tempat lain, tapi masih di bidang konsultan.
Artinya, dalam 4 tahun bekerja, dijalani anak saya di 3 tempat yang berbeda. Sekarang ia masih berniat untuk mencari di tempat lain, bila ada yang memberikan gaji dan fasilitas yang lebih menarik.
Saya jadi geleng-geleng kepala. Soalnya, menurut saya, jika anak saya betah di satu tempat dan berkinerja baik, toh lama-lama akan dipromosikan. Setelah itu, kesejahteraan juga akan meningkat.
Tapi, anak saya kurang sabar. Katanya, teman-temannya pun banyak yang seperti itu. Kalau begitu, benar kata teman saya di atas, bahwa anak sekarang loyalitasnya relatif rendah.
Mungkin hal itu karena banyak anak muda yang berprinsip "jangan tua sebelum kaya". Demikian jargon yang membuat banyak anak muda tak hentinya berburu pekerjaan yang lebih menjanjikan.
Jadi, di sela-sela kesibukannya bekerja, mereka masih mencari informasi tempat lain yang mungkin dimasukinya. Menyiapkan lamaran kerja dan ikut seleksi, mereka lakukan dengan mencuri-curi waktu.
Tak heran, demi "jangan tua sebelum kaya", banyak sekali anak muda yang baru masuk dunia kerja, juga mulai menyisihkan sebagian gajinya untuk berinvestasi. Misalnya, dengan membeli saham dan reksadana.
Ya, beda generasi akan berbeda pula keinginan dan filosofinya dalam bekerja. Kita harus menerima sebagai salah satu kehendak zaman.
Namun demikian, perlu diingatkan kepada para remaja dan anak muda saat ini, agar dalam mencari kekayaan, jangan sampai salah jalan.