Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Duka Kang Emil Duka Kita Semua dan Eksklusivitas Pemberitaannya

14 Juni 2022   17:00 Diperbarui: 14 Juni 2022   17:04 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedatangan jenazah Eril di Gedung Pakuan, Bandung|dok. ANTARA/Ajat Sudrajat, dimuat suara.com

Bagi yang rajin mengikuti pemberitaan di media massa, khususnya media televisi, tentu mengetahui bahwa sejak 3 minggu terakhir ini, sering muncul liputan tentang kehilangan putra Gubernur Jawa Barat, Emmeril Kahn Mumtadz (Eril), di Sungai Aare, Swiss.

Mulai sejak Eril dilaporkan tenggelam dan hilang pada Kamis (26/5/2022), serta proses pencariannya hingga ditemukan dua pekan setelah itu (Rabu, 8/6/2022), dapat diikuti masyarakat dari media yang sangat intens meliput.

Puncaknya, adalah kedatangan jenazah Eril di Bandara Soekarno-Hatta (12/6/2022) serta prosesi pemakamannya (13/6/2022) di lahan milik keluarga Ridwan Kamil di Cimaung, Kabupaten Bandung, yang disiarkan secara langsung sejumlah stasiun televisi.

Bahkan, hingga tulisan ini ditulis (14/6/2022), beberapa stasiun televisi masih meliput ramainya warga yang berziarah ke makam Eril.

Ucapan dukacita dari para pejabat, termasuk Presiden Joko Widodo, juga ungkapan dukacita masyarakat luas, sering diulang dalam berita televisi.

Rekaman video dan foto berbagai aktivitas almarhum Eril di masa remajanya, juga kisah hubungannya dengan kekasihnya, turut pula menghiasi media massa.

Ringkasnya, media massa memberi tempat istimewa bagi liputan yang berkaitan dengan Eril dan keluarga Ridwan Kamil. Tentu, ada pertimbangan komersial turut menentukan.

Soalnya, diperkirakan banyak masyarakat yang antusias mengikuti perkembangan pencarian Eril hingga prosesi pemakamannya. Juga tentang kisah yang selama ini belum terungkap tentang kehidupan Eril.

Dengan demikian, bagi media televisi berharap ratingnya meningkat dan iklan yang mendompleng acara liputan tersebut akan melimpah.

Tapi, terlepas dari soal manajemen media, kisah tentang orang tua yang kehilangan anak remaja, memang mengundang simpati publik. Apalagi yang kehilangan adalah seorang figur publik.

Bisa dibayangkan, orang tua mana yang secara psikis tidak terpukul bila kehilangan buah hatinya, terutama yang meninggal secara tak terduga.

Ridwan Kamil selama ini boleh dikatakan salah satu media darling. Beliau bukan semata seorang pejabat, tapi juga selebriti karena rajin menyapa penggemarnya di media sosial. Citranya adalah sebagai pejabat yang gaul.

Tak heran, yang menyukai sosok Ridwan Kamil bukan hanya warga Jawa Barat, tapi meluas sebagai sosok yang disukai masyarakat Indonesia.

Makanya, di beberapa stasiun televisi, berita tentang kehilangan putra Kang Emil, selain masuk acara siaran berita, juga dikemas dalam acara info selebriti.

Pemirsa televisi merasakan keharuan yang menimpa Ridwan Kamil dan keluarganya. Akhirnya, kedukaan keluarga Ridwan Kamil seperti menjadi kedukaan nasional.

Antrean panjang massa untuk menyalami Ridwan Kamil (ketika itu Eril belum ditemukan, tapi diyakini sudah meninggal), karangan bunga dukacita yang sangat banyak, serta massa yang menyemut saat pemakaman, bukti bahwa masyarakat ikut berduka.

Pertanyaannya, jika yang kena musibah bukan keluarga pejabat sekelas Ridwan Kamil, apakah akan tetap sebesar itu perhatian masyarakat? Mungkin tidak.

Yang jelas, liputan media jika misalnya anak orang biasa yang hilang, tidaklah sebesar liputan terhadap Eril. Bukankah sudah beberapa kali terjadi musibah yang menimpa TKI karena kecelakaan kerja, tanpa banyak yang mengetahui?

Padahal, bagi orang tua TKI atau bagi anak istrinya di tanah air, TKI itulah yang menjadi sandaran hidup. Perjuangan untuk memulangkan jenazah TKI dari luar negeri, tentu tidak gampang.

Pasti kepedihan keluarga yang kena musibah kehilangan anak di luar negeri sangat-sangat dalam. Jangankan yang meninggal di luar negeri, yang meninggal di tanah air saja, sudah sangat berduka.

Seorang kakak ipar saya yang juga seorang single parent kehilangan putra tunggalnya akibat musibah kecelakaan. Motornya ditabrak truk.

Ketika itu putra semata wayang itu masih berusia 24 tahun, baru beberapa bulan lulus kuliah dari S1 IPB, Padahal, beberapa hari setelah kecelakaan maut itu, putra ini akan mulai bekerja di sebuah perusahaan karena telah lulus seleksi.

Sang ibu menjadi histeris, nyaris depresi, ada sekitar 6 bulan ia hanya berkurung di rumah. Tentu, karena kakak ipar saya orang biasa saja, tidak ada media yang meliput.

Kembali ke almarhum Eril, eksklusivitas pemberitaan media memang tak terhindarkan, begitulah memang pekerjaan orang media. Untung saja Ridwan Kamil dan istri terlihat tegar.

Tapi, ada bahayanya jika media memberitakan secara overexpose, privacy Ridwan Kamil dan keluarganya jadi hilang. Bisa jadi beliau ingin sendiri, tak ingin diganggu, menumpahkan air mata kedukaan tanpa di lihat orang lain.

Selamat jalan Eril.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun