Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Salam Tempel Lebaran dan Kalau Besar Mau Jadi Apa?

3 Mei 2022   06:11 Diperbarui: 3 Mei 2022   06:15 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah tradisi di hari lebaran yang sengaja saya lakukan sejak saya punya pekerjaan. Tradisi ini saya kira juga lazim dilakukan siapapun, karena saya sebetulnya mencontoh apa yang dilakukan ayah saya dulunya.

Tradisi tersebut adalah memberikan salam tempel atau membagi-bagi uang kepada anak-anak dan remaja, yang oleh para keponakan saya disebut sebagai THR.

Sekarang, karena beberapa keponakan saya sudah punya anak, maka yang kebagian adalah keponakan yang masih lajang dan anak-anak dari keponakan yang sudah berkeluarga.

Jika pada lebaran-lebaran sebelumnya, THR tersebut saya berikan begitu saja, lebaran tahun ini tiba-tiba saya punya ide yang lain dari yang lain.

Saya kumpulkan anak-anak tersebut di ruang tengah rumah kakak saya tempat keluarga besar kami berkumpul. Lalu setiap anak harus memperkenalkan diri dengan gaya semi formal di hadapan kami semua.

Hal itu menjadi persyaratan untuk mendapatkan THR. Di tangan saya sudah tersedia sekian lembar uang yang masih baru, yang sudah saya hitung sebanyak anak-anak yang akan mendapat salam tempel.

Maka, anak-anak yang kebanyakan masih berusia 5-15 tahun itu pun dengan malu-malu tampil satu persatu ke depan. 

Setiap anak minimal menyebutkan nama panjangnya, usianya berapa tahun, sekolah di mana dan kelas berapa, dan alamat rumahnya di mana.

Kemudian, pada bagian akhir perkenalan tersebut, setiap anak wajib menyebutkan cita-citanya, kalau besar mau jadi apa?

Setelah itu baru berpindah dari tangan saya selembar uang dalam kondisi baru (nilai nominalnya tak usah saya sebut ya), ke tangan kanan si anak, dan si anak pun mencium tangan saya.

Khusus anak yang masih masih balita (di bawah lima tahun), tentu ngomongnya masih agak belepotan, sehingga sesi perkenalan dibantu oleh kakaknya atau ibunya.

Menurut saya, berlatih memperkenalkan diri seperti itu akan banyak gunanya untuk memperkuat mental anak-anak. 

Nanti, setelah mereka di sekolah menengah atau kuliah, apalagi saat meniti karier, faktor mental ikut menjadi penentu keberhasilan.

Prestasi belajar di sekolah dengan nilai ijazah yang bagus, tidak serta merta menjadi jaminan kesuksesan, jika tidak dibarengi dengan mental yang tangguh. 

Memupuk rasa percaya diri untuk berbicara di depan orang lain, apalagi dengan gaya sedikit formal seperti saat memberikan kata sambutan, menurut saya bukan hal gampang.

Saya sendiri dulunya waktu masih sekolah dan kuliah termasuk sering gemetar bila tiba-tiba ditodong untuk memperkenalkan diri secara formal. Apalagi, kalau diminta berpidato.

Tapi, untuk memupuk rasa percaya diri, saya sengaja menerima permintaan dosen saya untuk menjadi asistennya, sehingga saya di semester akhir sudah mengajar di kelas mahasiswa semester awal.

Kembali ke cerita para keponakan dan cucu (anak dari keponakan, jatuhnya adalah cucu), ada yang bercita-cita jadi dokter, polisi, astronot, dan sebagainya.

Terlepas dari jadi apa mereka nantinya, punya cita-cita sudah merupakan suatu hal yang pantas diapresiasi, meskipun si anak belum begitu memahami seperti apa profesi yang tadi disebutnya sebagai cita-cita.

Tentang salam tempel lebaran, memang ada nilai positif dan negatifnya. Akan menjadi negatif kalau anak-anak seolah-olah menjadi mata duitan.

Maksudnya, si anak akan lengket dengan om atau tantenya yang suka memberi uang dan kurang dekat dengan yang jarang memberi uang.

Lagipula, dengan mendapat uang yang relatif banyak, membuat anak-anak cenderung berperilaku konsumtif dan segera menghabiskan uangnya.

Maka, pendampingan dari orang tuanya mutlak perlu, agar salam tempel jadi bermakna positif. Anak-anak harus diberi pengertian bahwa menabung itu penting.

Kemudian, anak-anak wajib menghargai om-om dan tante-tantenya, terlepas dari ada tidaknya salam tempel yang diterimanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun