Pada masyarakat Minang tidak ada tradisi sungkeman seperti di Jawa. Bahkan, tradisi cium tangan pun dari yang muda kepada yang tua, seingat saya dulu tidak ada. Hanya bersalaman biasa saja.
Tapi, sejak belasan tahun terakhir ini, anak-anak sudah terbiasa mencium tangan orang tuanya atau orang lain yang jauh lebih tua dari anak-anak tersebut.
Saat berjabat tangan pada hari lebaran, akan diiringi ucapan Idul Fitri "Salamaik ari rayo" atau "Salamaik rayo", yang artinya Selamat Hari Raya atau sering diringkas sebagai selamat raya.
Tentang menu makanan, pada hari raya biasanya masing-masing keluarga membuat masakan spesial, terutama wajib ada rendang daging sapi.
Kenapa disebut istimewa? Meskipun di rumah makan Padang, pasti ada rendang, tapi kalau di rumah-rumah biasa, orang Minang hanya memasak rendang pada waktu tertentu.
Selain lebaran, biasanya rendang juga dimasak saat awal puasa, saat liburan jika banyak orang berkumpul di suatu rumah, dan tentu juga saat ada acara selamatan atau syukuran, termasuk pada acara resepsi pernikahan.
Kenapa hanya pada saat khusus memasak rendang? Karena selain harga daging dan bumbu yang mahal, memasaknya membutuhkan waktu yang relatif lama.
Sampai sekarang banyak warga Sumbar yang masih memasak rendang sendiri. Berbeda dengan membuat kue lebaran yang sudah mulai ditinggalkan, karena banyak yang ingin praktis dengan membeli.
Untuk memasak rendang, bisa menghabiskan waktu seharian. Karena saat mengeringkan rendang, api kompor harus kecil dan harus sering dibolak balik. Bayangkan capeknya, karena ibu-ibu melakukannya sambil berdiri berjam-jam di dapur.
Berkeliling ke rumah tetangga, sahabat, dan sanak famili menjadi acara berikutnya mulai siang hari lebaran pertama, hingga malam lebaran kedua. Bahkan, terkadang pada hari ketiga masih ada juga yang saling berkunjung.
Ada keunikan khusus, jika di desa-desa biasanya tamu wajib makan nasi dengan lauknya, tidak sekadar makan kue kering saja.