Karena ada kakak yang dirawat di sebuah rumah sakit di Pekanbaru, Riau, saya dan istri bepergian naik pesawat Jakarta-Pekanbaru pada Kamis (7/4/2022) dan kembali ke Jakarta 3 hari setelah itu.
Apa yang saya rasakan, baik di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) maupun Bandara Sultan Syarif Kasim, adalah suasana yang normal seperti sebelum pandemi.
Kalaupun ada perbedaan, hanya pada orang-orang yang sebagian besar memakai masker. Tapi, tak ada petugas yang menegur orang yang tak menggunakan masker atau yang menggunakannya secara keliru.
Juga sudah tidak ada lagi pengecekan suhu tubuh di gerbang masuk bandara. Padahal, kalau kita ingat di awal pandemi 2 tahun lalu, masuk gedung apapun, harus melewati gerbang pengecekan suhu tubuh.
Saya yang masih menganggap situasi belum normal, sengaja datang ke bandara Soetta 3 jam sebelum jadwal take-off. Saya khawatir akan ada antrean pengecekan sertifikat vaksin atau membuka aplikasi PeduliLindungi.
Ternyata semua itu tidak ada, sehingga saya terlalu lama menghabiskan waktu di ruang tunggu keberangkatan. Bosan juga rasanya, meskipun saya memanfaatkannya dengan berselancar di Kompasiana.
Dugaan saya, ketika check-in, saat petugas mengentri identitas penumpang di aplikasi yang digunakannya, akan ketahuan apakah seorang calon penumpang sudah mendapat vaksin booster atau belum.
Soalnya, saya dan istri sama sekali tidak ditanya atau tidak diminta menunjukkan sertifikat vaksin. Kebetulan kami berdua sudah mendapat vaksin booster pada akhir Januari lalu.
Secara ketentuan yang saat ini berlaku, mereka yang sudah dapat booster, tak perlu ada pemeriksaan PCR atau antigen terlebih dahulu sebelum terbang.
Namun, sewaktu pulang ke Jakarta, di bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru, petugas di counter check-in, meminta kami memperlihatkan sertifikat vaksin.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah yang di Pekanbaru, aplikasi yang digunakan petugas bandara tidak otomatis mendeteksi data vaksin calon penumpang?