Kita sering mendengar ceramah agama bahwa selama bulan Ramadan setan dibelenggu atau diikat. Dulu, sebagian ulama memaknainya secara tekstual berdasarkan sebuah hadis.
Tapi, sekarang kebanyakan ulama memaknai "setan diikat" sebagai simbol saja. Maksudnya, begitu banyaknya kesempatan buat mendulang pahala selama bulan suci ini, bukankah seharusnya tidak ada "lowongan" buat setan untuk nyelonong ke hati kita?
Namun, melihat masih ada orang yang berbuat dosa di bulan puasa, suatu bukti bahwa setan tidak pernah berhenti menggoda manusia.
Bisa jadi setan bukan menggoda agar kita tidak berpuasa, tidak salat, atau tidak berzakat. Tapi, harap waspada, setan bisa menggoda dengan mengobarkan nafsu kita untuk berbelanja melebihi apa yang kita butuhkan.
Nafsu belanja yang paling nyata gampang tergoda bujukan setan, contohnya kalau kita ngabuburit sambil jalan-jalan di Pasar Ramadan yang ramai pedagang makanannya.
Jika isi kantong lagi memungkinkan, betapa kita enak saja membeli berbagai jenis makanan, dari aneka jajanan berbuka puasa (takjil) hingga menu utama untuk makan malam.
Rasanya semua makanan tersebut akan muat di perut ketika kita memborong untuk dibawa pulang. Eh begitu waktu berbuka masuk, ternyata hingga ngos-ngosan pun makanan tak bisa dihabiskan.
Akibatnya makanan tersisa banyak. Ini yang namanya mubazir. Menurut pak ustaz, perilaku mubazir itu temannya setan. Nah, lho. Setan akan bertepuk tangan bila kita berperilaku boros.
Belum lagi kalau mendekati lebaran, godaan berbelanja lebih hebat lagi. Banyak sekali keperluan lebaran yang menurut perasaan kita harus dibeli.
Membeli pakaian baru dan berbagai asesorisnya sangat perlu untuk menunjang penampilan. Membeli aneka kue yang akan dihidangkan kepada tamu yang datang berlebaran, juga perlu.
Apalagi bagi yang mau mudik lebaran, perlu berbagai barang yang dibawa ke kampung halaman yang bisa "dipamerkan" sebagai bukti kesuksesan di tanah perantauan.