Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kalau Semua Bikin Kos-kosan, yang Ngekos Siapa?

22 Mei 2022   05:40 Diperbarui: 23 Mei 2022   12:06 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum bulan puasa yang lalu, agar mendapat siraman sinar mentari, saya sering "berkelana" di seputar Tebet, sebuah kawasan pemukiman di Jakarta Selatan, yang juga tempat domisili saya. 

Menyusuri berbagai jalan kecil, sebagian di antaranya hanya selebar pas-pasan untuk lewat sebuah mobil, saya menemukan banyak rumah yang ada tulisannya masih menerima orang-orang yang membutuhkan tempat kos.

Dan melihat kondisi rumah-rumah tersebut, kelihatan sekali banyak kamar yang kosong. Artinya, usaha kos-kosan bisa dikatakan lagi lesu.

Sudah begitu, saya masih melihat beberapa rumah lagi direnovasi, yang saya duga juga akan menjadi tempat kos-kosan. Soalnya, yang lagi dibagun terlihat banyak kamar yang seragam dan terdiri dari dua lantai, persis seperti kos-kosan pada umumnya.

Begitulah, dalam kondisi pandemi, secara umum banyak orang yang mengalami penurunan penghasilan. Bahkan, cukup banyak yang kehilangan pekerjaan.

Tapi, di lain pihak masih ada sebagian orang yang punya idle money (dana menganggur). Biasanya, uang seperti itu ditempatkan di bank sebagai deposito.

Namun, saat ini suku bunga deposito perbankan demikian rendahnya, hanya sekitar 2,5 hingga 3 persen per tahun, itupun harus dipotong pajak atas bunga.

Maka, mereka yang punya dana harus memutar otak, apa yang bagus dilakukan yang menghasilkan uang, tapi juga risikonya rendah.

Nah, usaha kos-kosan memang tergolong rendah risikonya dan di masa normal termasuk menguntungkan, karena jarang yang kosong.

Masalahnya, saat pandemi jelas bukan masa normal. Dan ketika yang mencari kos-kosan menurun, justru sebagian membangun kos-kosan baru.

Pertanyaannya, kalau semua pada bikin kos-kosan, yang mau ngekos siapa? Jadi, jangan terlalu cepat ikut-ikutan orang lain. Jika kos-kosan kosong, jelas akan rugi dari sisi biaya pemeliharaan.

Syukurlah, sekarang pandemi mulai lebih terkendali. Dari cerita teman-teman yang punya kos-kosan, setelah lebaran ini mulai ada lagi orang yang mencari kos-kosan, sehingga sebagian tempat kos yang kosong, mulai ditempati penyewa.

Hal itu seiring dengan semakin banyaknya kantor yang menerapkan pola work from office (WFO), bukan work from home (WFH) lagi.

Ilustrasi kos-kosan|dok. liputan6.com
Ilustrasi kos-kosan|dok. liputan6.com

Demikian pula anak sekolah atau kuliah, kembali belajar di kelas, bukan di rumah. Otomatis, kebutuhan mencari tempat kos dekat kantor, sekolah, atau kampus, mulai timbul.

Tapi, yang ingin disampaikan melalui tulisan ini adalah pentingnya perencanaan dalam memulai suatu usaha. Bukan hanya soal tersedianya dana, cermati juga perkembangan ekonomi, termasuk dampak pandemi.

Namun demikian, mereka yang membangun kos-kosan di masa pandemi dengan keyakinan bahwa saat selesai dibangun, pandemi pun usai, ya boleh-boleh saja.

Hanya saja, pikirkan pula tingkat persaingan. Jika di sekitar lokasi membangun kos-kosan sudah banyak kos-kosan lainnya, perlu diteliti lagi apakah masih ada peluang untuk mendapatkan penyewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun