Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Betulkah Ada Kartel Minyak Goreng? KPPU Mana Suaranya?

25 Maret 2022   08:02 Diperbarui: 27 Maret 2022   15:44 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "kartel" cukup sering mengemuka bila membahas perdagangan atas barang tertentu yang mengalami kenaikan harga. Meskipun barang tersebut berasal dari beberapa produsen yang berbeda, tapi terlihat "kompak" dalam menaikkan harga.

Kartel memang berkonotasi negatif dalam arti merusak persaingan yang sehat dalam perdagangan. Caranya, beberapa perusahaan yang menguasai pasar untuk suatu produk yang sama, "sepakat" untuk menjual produk tersebut dengan harga tertentu.

Nah, sekarang yang lagi ramai dibicarakan adalah dugaan adanya kartel minyak goreng. Soalnya, dalam peta perdagangan minyak goreng di negara kita, ada beberapa perusahaan yang menguasai pasar.

Ya, raja minyak goreng Indonesia itu, hanya berkisar pada beberapa nama perusahaan saja. Kompas.com (24/1/2022) menuliskan deretan konglomerat penguasa minyak goreng di Indonesia sebagai berikut.

Pertama, Martua Sitorus yang merupakan sosok di balik mengguritanya bisnis Grup Wilmar. Di Indonesia, merek minyak goreng dari grup Wilmar adalah Fortune dan Sania.

Kedua, Anthony Salim yang mengendalikan Grup Salim dengan berbagai bidang usahanya. Memang, yang paling terkenal dari grup ini adalah produk mi instannya dengan merek Indomie, yang telah merambah ke berbagai negara.

Tapi, selain itu, grup Salim juga mempunyai perkebunan sawit. Adapun merek minyak goreng dari grup Salim adalah Bimoli, Delima, dan Happy.

Ketiga, Keluarga Widjaja yang merupakan pemilik Grup Sinar Mas. Merek minyak goreng yang terkenal dari grup ini adalah Filma.

Keempat, Bachtiar Karim, yang bersama saudaranya, Burhan dan Bahari, adalah pemilik Grup Musim Mas, salah satu perusahaan sawit terbesar di Indonesia.

Produk minyak goreng yang diproduksi oleh Grup Musim Mas adalah beberapa merek terkenal, yakni Sanco, Amago, dan Voila.

Kelima, Sukanto Tanoto, seorang konglomerat pemilik grup usaha Royal Golden Eagle International (RGEI) yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas. Salah satu produk minyak goreng Grup RGEI tersebut yang cukup terkenal adalah dengan merek Camar.

Itulah 5 grup bisnis yang jadi pemain utama bisnis minyak goreng kemasan di negara kita. Makanya, jangan heran bila melihat merek-merek di atas  mendominasi di banyak pasar swalayan. 

Begitulah, awalnya emak-emak menjerit ketika berbagai produk minyak goreng kemasan tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi ketimbang sebelumnya.

Kemudian, pemerintah "melawan" dengan keluarnya kebijakan tentang harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter pada 1 Februari 2022 yang lalu. 

Namun, dengan harga yang terjangkau tersebut malah membuat minyak goreng langka. Konsumen mendapatkannya dengan antrean yang panjang dan melelahkan di tempat yang menyelenggarakan semacam pasar murah minyak goreng.

Bahkan, di Samarinda, Kalimantan Timur, seorang ibu sampai meninggal dunia diduga akibat kelelahan usai antre minyak goreng (Kompas.com, 17/3/2022).

Perkembangan berikutnya, pemerintah malah mencabut HET minyak goreng kemasan. Memang, minyak goreng jadi melimpah setelah itu, tapi dengan harga yang mahal, jauh di atas HET.

Sejak HET minyak goreng dicabut, pemberitaan di media massa banyak yang menuliskan bahwa pemerintah dinilai "kalah" melawan pengusaha minyak goreng.

Tapi, tentu saja pemerintah tidak merasa kalah, karena seperti dikatakan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, mereka yang diduga sebagai mafia minyak goreng akan diburu. 

Sayangnya, Muhammad Lutfi membatalkan janjinya untuk mengumumkan tersangka mafia minyak goreng pada Senin (21/3/2022) yang lalu. Bisnis.com (22/2/2022) mempertanyakan, apakah itu merupakan bukti mafia minyak goreng kuat?

Pemerintah bukannya tidak peduli pada masyarakat kelas bawah. Untuk itu, pemerintah memberikan subsidi untuk minyak goreng curah. Hanya saja, persoalan di seputar harga minyak goreng kemasan tetap perlu diteliti.

Kembali ke soal kartel minyak goreng, untuk membuktikan apakah ada atau sekadar dugaan yang tidak berdasar saja, tentu yang paling tepat didengar suaranya adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Agak mengherankan, di tengah kisruh minyak goreng, suara KPPU tidak begitu nyaring terdengar. Apakah pers yang tidak antusias meliput, atau memang KPPU kurang bergigi?

Sejauh yang terungkap melalui media massa, KPPU masih pada tahap penyelidikan. Seperti diberitakan Bisnis.com (21/3/2022), KPPU sudah memeriksa 20 pelaku usaha terkait dugaan kartel minyak goreng.

Namun, hingga saat ini, KPPU belum dapat memberikan hasil dari penyidikan karena masih dalam proses. Semoga KPPU bisa bekerja cepat, agar segera ada  kejelasan. 

Sekiranya memang ada kartel, kita tunggu sanksi apa yang akan dikenakan terhadap pelakunya. Dan tentu saja, diharapkan harga minyak goreng yang melambung bisa diturunkan.

Jika tidak terbukti ada kartel, tetap menjadi tantangan bagi pemerintah untuk memperbaiki tata niaga minyak goreng agar masyarakat banyak bisa membelinya dengan harga terjangkau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun