Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung lebih dari satu bulan. Rusia yang tadinya merasa akan bisa menang secara cepat, mungkin tak menduga akan mendapat perlawanan hebat dari Ukraina.
Makanya, hingga saat ini tidak gampang memprediksi sampai kapan perang tersebut akan berakhir, meskipun upaya perundingan tetap diupayakan menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak.
Masalahnya, perang tersebut tidak hanya berdampak sebatas negara Rusia dan Ukraina beserta negara-negara yang berdekatan dengan zona peperangan.
Perang tidak hanya berakibat jatuhnya korban di kedua belah pihak dan dibumihanguskannya berbagai bangunan yang menjadi sasaran.
Juga bukan hanya mengalirnya jutaan pengungsi dari Ukraina ke sejumlah negara lain, termasuk pekerja migran Indonesia (PMI) di Ukraina yang berhasil selamat kembali ke tanah air.
Tapi, ada efek berantai atau lazim juga disebut efek domino yang pada akhirnya menyebar ke seantero dunia. Secara ekonomi, besar sekali ongkos perang tersebut.
Namun, efek dominonya itu justru dipikul oleh orang-orang yang tak ada kepentingannya dengan perang. Ya, pada akhirnya, konsumen di mana-mana terkena getahnya, harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan barang yang diperlukannya.
Bisa jadi awalnya dari krisis energi. Sanksi terhadap Rusia dari negara-negara barat dengan munculnya larangan impor gas alam, minyak mentah dan batu bara dari Rusia, justru menjadi bumerang bagi negara yang melarang tersebut.
Rusia adalah negara penghasil energi nomor dua terbesar di dunia, di mana ekspor gas alam, minyak mentah dan batu bara mereka telah menjadi lokomotif ekonomi di negara-negara Barat (Agus Sugiarto, Investor Daily, 17/3/2022).
Maka, isolasi terhadap ekonomi Rusia secara mendadak, menyebabkan terganggunya kelangsungan bisnis dan industri di berbagai negara.
Rentetan berikutnya adalah kenaikan harga minyak mentah yang tajam, dari rata-rata US$ 90-an per barel sebelum perang, menjadi US$ 130-an. Demikian juga harga batu bara meroket menjadi rata-rata di atas US$ 200 per ton, akibat kelangkaan suplai.
Tentu, sektor industri yang dalam proses produksinya tergantung pada energi, akan membenani kenaikan tersebut pada harga jual mereka. Ujung-ujungnya, konsumen juga yang menderita.
Jadi, pada akhirnya yang mengalami kenaikan bukan hanya bahan bakar, tapi juga bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok manusia. Itulah yang juga kita hadapi di Indonesia saat ini.
Padahal, setelah sekitar 2 tahun Indonesia dihajar pandemi Covid-19, sekarang sudah relatif terkendali. Sudah saatnya terjadi pemulihan ekonomi nasional.
Tapi apa mau dikata, pemulihan ekonomi Indonesia harus terganjal oleh efek domino perang Rusia-Ukraina. Bahkan, sebetulnya yang terganjal adalah pemulihan ekonomi global, di mana Indonesia jadi salah satu elemennya.
Kita berhadap semoga pemerintah sudah menyiapkan semacam contingency plan sebagai akibat terjadinya efek domino itu tadi. Dengan demikian, pemerintah mampu menyediakan berbagai subsidi yang harus dialokasikan lebih besar dari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H