Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PPN 11 Persen, Bansos Jangan Disunat, Subsidi Jangan Salah Alamat

21 Maret 2022   09:10 Diperbarui: 22 Maret 2022   05:26 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "dikejar" pajak|dok. Pixabay.com, dimuat suaramerdeka.com

Ya, ampun! Di tengah banyaknya harga barang yang termasuk kebutuhan pokok lagi naik, ternyata tarif pajak yang dikenakan terhadap konsumen yang berbelanja juga naik.

Pajak dimaksud adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yakni pajak yang dikenakan pada transaksi barang dan jasa yang secara ketentuan perpajakan tergolong barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP).

Berita baiknya, bahan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yakni yang tergolong sebagai sembako seperti beras, cabai, jagung, garam, telur ayam, dan buah-buahan, tidak tergolong BKP.

Tapi, bukankah kalau seseorang berbelanja di pasar swalayan, sangat banyak barang kebutuhan sehari-hari yang dibeli, meskipun sebagian tidak tergolong sembako.

Tidak begitu jelas, apakah pada sistem yang ada di kasir pasar swalayan sudah memilah-milah, mana barang yang dibeli seorang konsumen yang dikenakan pajak dan mana yang tidak.

Siapa tahu, biar praktis, semua barang yang dibeli seseorang dikenakan PPN. Apalagi, biasanya di struk belanja tidak dicantumkan PPN, karena dalam harga barang yang dibeli sudah include PPN.

Kalau ingin berbelanja yang sudah pasti tidak terkena PPN, ya di pasar tradisional. Atau, menunggu pedagang sayur keliling lewat di depan rumah.

Hanya saja, berbelanja dengan sistem one stop shopping karena barangnya lengkap dan dalam kondisi yang relatif nyaman, tentu di pasar swalayan.

Lagi pula, apakah ada orang yang sengaja tidak berbelanja karena tak mau kena PPN? Toh, kalau pun banyak yang berbelanja ke pasar tradisional, alasannya bukan karena menghindari PPN, tapi biasanya karena sudah langganan dan bisa tawar menawar harga.

Ya, PPN memang bukan jenis pajak yang biasa diakal-akali. Berbeda dengan Pajak Penghasilan (PPH), di mana suatu perusahaan bisa saja mengakali pada sistem pembukuannya agar labanya terlihat kecil, sehingga PPH-nya juga kecil.

Nah, tentang kenaikan tarif PPN, pemberlakukannya dimulai sejak 1 April 2022. Jika sebelumnya bertarif 10 persen dari harga barang yang dibeli, sekarang menjadi 11 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun