Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kredit Mikro Perlu Pendekatan Personal, Meski Pakai Aplikasi Pinjol

22 Maret 2022   13:09 Diperbarui: 23 Maret 2022   02:30 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kredit usaha.| Sumber: Pixabay via Kompas.com

Sejak maraknya pinjaman online (pinjol), sudah banyak masyarakat yang membutuhkan dana segar yang merasa terbantu. Betapa tidak, persyaratannya amat ringan, bahkan tidak perlu tatap muka dengan petugas atau pengelola pinjol.

Cukup dengan modal gawai, akses internet agar bisa masuk ke aplikasi yang menyediakan pinjol, men-scan berbagai persyatan administrasi yang diminta, permohonan pinjaman sudah bisa diproses.

Diduga karena prosesnya pakai rumus-rumus tertentu yang telah terprogram, keputusan atas permohonan pinjaman tersebut sudah diperoleh sebelum 24 jam. Jika disetujui, dana langsung ditransfer ke rekening pemohon pinjaman. 

Gampang meminjam, belum tentu setelah itu aman. Jika meminjam ke bank, perlu waktu relatif lama karena bank akan menilai dulu kelayakan si pemohon, apakah diperkirakan akan mampu melunasi kredit atau tidak.

Kalau menurut hitung-hitungan bank si pemohon tidak mampu, tentu bank akan menolak. Nah, karena pinjol tidak menyeleksi secara ketat seperti di bank, maka sebaiknya si pemohon yang bisa berhitung sendiri, apakah akan mampu melunasi atau tidak.

Di situlah masalahnya, setelah mendapatkan pinjaman, kalau menunggak dalam mencicil pokok pinjaman dan bunganya, maka jumlah pinjaman akan membengkak karena ditambah lagi dengan denda.

Ternyata, kondisi menyenangkan dengan mudahnya mendapatkan pinjaman, sangat bertolak belakang begitu nasabah menunggak pengembalian cicilan, karena bunga dan denda bisa berlipat.

Penting diperhatikan, ada sebagian pengelola pinjol yang ilegal, namun demikian gencar melakukan pemasaran. Hampir semua orang dikirimi pesan pendek yang berisikan penawaran pinjaman dengan syarat sangat ringan.

Perlu waspada pada pinjol ilegal ini, karena caranya menagih tunggakan lebih intimidatif dan bahkan bisa mengirim pesan ke nomor kontak yang ada di gawai peminjam.

Intinya, secara prinsip sebetulnya pinjol itu baik-baik saja. Hanya perlu diingat, jika ingin menjadi nasabah pinjol, selain memastikan legalitasnya, penting untuk mempelajari hitung-hitungan cicilan, bunga, dan denda yang menjadi kewajiban nasabah nantinya.

Jangan sampai setelah mendapat pinjaman, nantinya malah merasa terjebak, dan untuk membayarnya memakai sistem gali lubang tutup lubang. Artinya, melunasi pinjaman ke pinjol sebelumnya dengan cara berutang ke pinjol lainnya.

Jika tujuan meminjam agar bisa membeli barang yang bersifat konsumtif dan hitung-hitungan cicilannya memberatkan, sebaiknya urungkan niat tersebut.

Tapi, jika tujuannya untuk hal yang bersifat produktif, misalnya membeli barang untuk dijual lagi, atau diolah terlebih dahulu untuk nantinya dijual, masih bisa dipertimbangkan untuk menggunakan pinjol yang legal.

Tentu, hitung-hitungannya harus masuk, apakah cicilannya bisa dipenuhi dari wirausaha yang dilakukan si peminjam. Pelaku usaha yang menggunakan pinjol biasanya yang berkategori usaha mikro.

Kalau pelaku usaha sudah kelas menengah, apalagi atas nama perusahaan, biasanya sudah berpengalaman meminjam ke bank dan sudah punya hubungan baik dengan petugas bank yang menanagani kredit.

Memang, hubungan baik antara peminjam dan yang meminjamkan sangat diperlukan, agar bisa dilakukan pendekatan secara personal. Dengan demikian, tingkat kepercayaan antar kedua pihak pun bisa terjaga.

Nah, di sinilah kelemahan pinjol. Karena hanya memberikan pinjaman atas dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan format matematis secara sistem dalam menentukan jumlah pinjaman serta besarnya cicilan, pendekatan personal seakan terabaikan.

Padahal, mengenal karakter seseorang akan lebih terdeteksi melalui pendekatan personal. Princip 5C di perbankan (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition), menempatkan faktor karakter sebagai yang paling penting.

Di lain pihak, kemajuan teknologi informasi yang serba online telah mengurangi interaksi personal antar mereka yang terkait dalam suatu hubungan bisnis atau sekadar transaksi biasa.

Bahkan, bank-bank papan atas pun sekarang juga mempunya aplikasi khusus pinjaman yang memproses pemberian kredit secara online.

Ilustrasi aplikasi kredit mikro|dok. BRI, dimuat economy.okezone.com
Ilustrasi aplikasi kredit mikro|dok. BRI, dimuat economy.okezone.com

Maka, diharapkan bank tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan sebagian pengelola pinjol. Selain itu, masyarakat juga perlu diedukasi agar tak ada lagi yang merasa "terjebak" ketika akhirmya tak mampu mengembalikan pinjaman.

Untuk itu, pendekatan personal tetap diperlukan. Agar proses pemberian kredit tetap cepat terlayani, calon peminjam tak perlu datang langsung ke bank. 

Wawancara via telepon atau video call bisa sebagai salah satu cara untuk pendekatan personal dimaksud agar karakter peminjam tergali. 

Jika calon peminjam merupakan pelaku usaha mikro, kalaupun tidak melakukan survei ke lapangan, gambaran usaha nasabah bisa terekam dari video call tersebut.

Intinya, kemudahan dari financial technology menuntut kesiapan literasi keuangan masyarakat dan juga pendekatan personal dari pihak penyedia aplikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun