Masalahnya, pos untuk biaya tak terduga biasanya relatif kecil. Nah, dalam hal ini, tak terhindarkan melakukan switching anggaran. Maksudnya, dana yang sudah dianggarkan untuk suatu kegiatan, dialihkan ke biaya pengendalian pandemi.
Apalagi, karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kegiatan tertentu dilakukan secara online, seperti pelatihan, kunjungan kerja, dan sebagainya. Maka, kegiatan inilah yang di-switch.
Apa saja biaya yang dikeluarkan di LKBB di atas? Sepanjang yang saya ketahui, biaya tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 hal berikut.
Pertama, pembelian paket vitamin untuk semua karyawan. Adapun vitamin tersebut terdiri dari vitamin B, C, D, E, dan Zinc.Â
Sebagian besar karyawan rajin minum vitamin tersebut, yang masing-masing diminum sekali sehari. Karena ada 5 jenis, tentu jarak minum vitamin yang satu dengan yang lainnya sekitar 5 jam.
Tapi, ada juga beberapa karyawan yang saya lihat vitaminnya masih utuh di meja kerjanya. Ternyata ia punya pendapat sendiri, bahwa vitamim terbaik berasal dari sayuran, buah-buahan, dan berjemur.
Vitamin dalam bentuk pil malah dikhawatirkannya akan berdampak negatif terhadap ginjal. Saya agak terpengaruh dengan pendapat ini dan tidak lagi rutin minum vitamin dalam bentuk pil atau kapsul.
Kedua, setiap hari Senin ada pemeriksaan antigen, belakangan menjadi setiap Senin dan Kamis, karena mulai Mei 2021 terjadi lonjakan kasus di Jakarta.
Dalam hal ini, LKBB tersebut bekerja sama dengan sebuah lab yang mengirimkan 3 orang petugasnya untuk memeriksa semua karyawan.
Ketiga, pengeluaran yang juga harus dilakukan adalah penyediaan hand sanitizer di banyak tempat, penyemprotan disinfektan di semua ruangan, dan alat pengukur suhu tubuh.
Mungkin ada lagi biaya lain yang luput dari pantauan saya. Tapi, taksiran saya, LKBB itu lumayan banyak mengeluarkan biaya pengendalian pandemi. Bagi saya, pihak manajemen LKBB itu sudah tepat dalam mengambil keputusan.