Ibarat kata, lebih baik putus cinta ketimbang putus makan tahu tempe. Soalnya, putus cinta bisa lagi cari yang baru, sedangkan putus tahu tempe sejauh ini belum saya temukan alternatif pengganti yang sama enaknya, murah dan sehat.
Ternyata, tahu tempe yang identik dengan makanan rakyat kecil itu mengandung problem yang tidak sederhana. Intinya, Indonesia masih tergantung pada kedelai impor, yang terutama didatangkan dari Amerika Serikat (AS).
Sungguh ironis, Indonesia sebagai bangsa tempe (penggemar makan tempe, bukan bermental tempe), belum mampu menyediakan kedelai sesuai kebutuhan.
Rendahnya produksi kedelai dalam negeri antara lain karena luas lahan panen yang semakin menyusut. Petani kurang tertarik melakukan budi daya kedelai karena keuntungannya tidak sebesar menanam padi dan jagung.
Memang, kalau berbicara masalah lahan pertanian, secara umum terjadi penciutan terus menerus karena desakan konversi lahan untuk berbagai jenis bangunan, tidak terhindarkan lagi.
Tapi, selain soal kuantitas, kualitas kedelai dalam negeri pun kalah dari kedelai impor. Ini tantangan besar bagi terciptanya varietas baru kedelai yang lebih bermutu.
Satu kilogram kedelai impor dapat mengembang menjadi 1,6-1,8 kilogram ketika dimasak, sementara kedelai lokal hanya 1,4-1,5 kilogram (katadata.co.id).
Jadi, mencari solusi untuk swasembada kedelai membutuhkan usaha berlipat ganda dari berbagai pihak dengan dimotori oleh pemerintah. Memperluas lahan, memperbaiki mutu, dan memperpaiki tata niaga harus dilakukan secara simultan.
Jika kondisi seperti sekarang berlanjut, di mana sebagian besar kebutuhan kedelai didatangkan dari luar negeri, jelas sangat riskan. Soalnya, berbagai isu global akan berpengaruh pada harga kedelai, karena semuanya akan berdampak pada kurs .Â
Lagi pula, pihak yang mengimpor kedelai di Indonesia adalah perusahaan swasta, yang motifnya sangat jelas untuk mencari keuntungan.
Sekiranya stok kedele dikuasai oleh pemerintah atau BUMN yang ditugaskan khusus untuk menstabilkan harga pangan, diharapkan kondisinya akan lebih baik.