Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, telah mencanangkan pembangunan gedung PBNU di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, tempat Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara berdiri (rmol.id, 1/2/2022).
Jelaslah, organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di tanah air tersebut sangat mendukung pembangunan IKN Nusantara dan bahkan bertekad jadi organisasi pertama yang menyiapkan diri menyambut kelahiran IKN baru tersebut.
Selain mendirikan gedung kantor yang menjadi markas PBNU, NU juga berencana membangun pesantren, perguruan tinggi, dan rumah sakit NU di IKN Nusantara.
Tentu saja program strategis PBNU tersebut sangat dihargai oleh pemerintah. Soalnya, keputusan PBNU murni dari pemikiran tokoh-tokoh NU sendiri, karena tidak ada kewajiban dari pemerintah yang mengatur di mana kantor pusat sebuah ormas harus berdiri.
Memang, Wapres KH Ma'ruf Amin adalah seorang pemimpin di PBNU sejak dulu. Tapi, tentu bukan semata karena faktor tersebut PBNU bergerak cepat memindahkan kantor PBNU ke IKN baru.
Pertanyaannya, perlukah ormas lain dan juga perusahaan swasta yang selama ini berkantor pusat di Jakarta, memindahkan kantornya ke IKN Nusantara?
Yang bisa menjawab tentu masing-masing ormas atau perusahaan. Namun, paling tidak, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan pindah tidaknya ke IKN baru.
Pertama, menghitung cost benefit analysis jika pindah kantor.Â
Sebetulnya, bagi ormas analisisnya tidak begitu rumit, karena ormas bukan bertujuan mencari untung. Dengan demikian, analisis manfaat dan biaya ini bagi ormas lebih menyangkut soal tersedianya dana untuk membangun kantor serta biaya kepindahan lainnya.
Kemudian juga soal intensitas hubungan kerja antara ormas dengan kementerian tertentu. Jika tugas ormas tersebut menuntut untuk sering bertemu dengan kementerian tertentu, akan lebif efektif bila kantornya pindah ke IKN baru.