Berkemungkinan besar di masing-masing daerah akan ada pengetatan penerapan protokol kesehatan, sehingga perayaan Imlek yang meriah sulit untuk dilaksanakan.
Sejak saya berdomisili di Jakarta pada 1986, saya sedikit banyak sudah merasakan suasana perayaan Imlek, seperti yang terihat di kawasan Glodok dan Mangga Dua.
Suasana tersebut makin meriah sejak era Presiden Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur yang mengizinkan perayaan Imlek dan dijadikan hari libur nasional pada 2001.
Tapi, perayaan Imlek yang paling berkesan dan sering saya kenang adalah pada tahun 2017. Saat itu kebetulan saya ada tugas kantor ke Singkawang, Kalbar.
Sayangnya, saya yang ketika itu banyak mengambil foto melalui kamera hape, entah kenapa sekarang sudah tidak ada lagi. Makanya, untuk melengkapi tulisan ini, saya mencoba berburu foto dari sejumlah media daring.
Singkawang terletak sekitar 145 kilometer arah utara kota Pontianak dan merupakan kota yang indah, juga dijuluki kota seribu klenteng. Sebelum memasuki kota, ada pantai yang menjadi salah satu objek wisata di sana.
Saat Imlek, perantau asal Singkawang termasuk dari luar negeri akan pulang. Selain itu, hotel-hotel di sana juga dipenuhi wisatawan asing dan lokal.
Atraksi menarik saat Imlek di Singkawang adalah pawai lampion berkeliling kota. Uniknya, yang pawai tidak hanya masyarakat Tionghoa saja, tapi mencerminkan berbagai kalangan yang ada di Singkawang.
Banyak kendaraan hias dengan asesoris khas Imlek dan juga beberapa replika naga lampion membuat pawai menjadi semakin menarik. Selain itu, suasana kota sendiri sangat semarak dengan cahaya lampion yang sangat banyak di malam hari.Â
Puncak perayaan Imlek di Singkawang dilakukan sekitar 2 minggu setelah Imlek atau disebut juga perayaan Cap Go Meh. Ketika itu diadakan Parade Tatung. Dalam bahasa Hakka, Tatung adalah orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau kekuatan supranatural.