Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Serunya Emak-emak Berantem di Medsos Gara-gara Nasi Kotak

19 Februari 2022   07:38 Diperbarui: 19 Februari 2022   07:47 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa asyiknya kalau emak-emak berantem? Selain perang mulut sampai berbusa-busa, biasanya ada adegan "panas"-nya. Soalnya, ada yang membuka rok sambil menyunggingkan pantatnya.

Atau, ada yang tidak sadar sehingga bagian badan yang harus ditutupi sudah terbuka di depan orang banyak yang heboh menonton.

Tapi, itu zaman dulu, yang tahu hanya sedikit dan orang lain hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut saja. Itu pun terbatas di desa atau di kota tempat kejadian berasal.

Sekarang, kalau ada emak-emak berantem, besar kemungkinan akan divideokan. Selanjutnya, diunggah di media sosial, dan kalau viral jutaan orang akan tahu.

Waktu berantem mungkin emak-emak yang terlibat akan merasa puas karena bisa menyelamatkan harga dirinya. Artinya, menurut mereka tindakan tersebut sah-sah saja.

Namun, setelah berantem, apalagi bila tersebar di media sosial dan melihat sendiri aksi memalukannya itu, baru merasa menyesal, kok tadi  bisa mengeluarkan kata-kata sekasar itu.

Apalagi kalau berantemnya sama tetangga sendiri, sama teman kerja, atau sama orang yang sebetulnya sudah dikenal baik.

Begitulah, saya merupakan anggota dari sebuah grup di media sosial yang semuanya teman-teman saya satu angkatan waktu sekolah dulu.

Suatu kali, saya dan beberapa teman "kopi darat" memenuhi undangan seorang teman. Yang diundang hanya yang tinggal di Jakarta saja.

Tuan rumahnya yang jadi teman sekolah saya dulu adalah seorang wanita, sudah tergolong emak-emak. Suaminya ikut menemani kami ngobrol mengenang masa-masa sekolah, sambil bertanya perkembangan teman-teman saat ini.

Ngobrol-ngobrol di rumahnya yang cukup luas dan berlantai 3 terasa cukup nyaman. Acara dilanjutkan dengan salat zuhur dan makan siang bersama.

Tak pakai lama, foto kami sekitar 10 orang lagi makan-makan langsung disebar oleh seorang teman yang ikut kopi darat tersebut.

Adapun suguhan dari tuan rumah berupa nasi kotak dari sebuah rumah makan Padang, yang bagi saya pribadi enak-enak saja. Kelihatannya teman-teman lain juga makan dengan lahap. Maklum, semuanya adalah urang awak.

Bagi saya pribadi, tujuan utama ikut acara tersebut adalah bertemu teman-teman yang sudah lama tidak lagi pernah berjumpa, jadi bukan untuk menumpang makan siang.

Masalahnya, begitu foto-foto kami lagi santap siang dengan menu nasi kotak beredar di grup media sosial, ada satu komen nyelekit dari seorang teman yang juga seorang emak. Padahal, komen dari yang lain semuanya positif. 

Memang, citra nasi kotak terlanjur dianggap rendah bila dibandingkan dengan jamuan makan bergaya prasmanan. Tapi, dugaan saya, tuan rumah menghidangkan nasi kotak karena pertimbangan kepraktisan saja, bukan karena ingin berhemat.

Untung saja komen yang nyelekit itu muncul di sore hari, saat acara sudah bubar dan saya sudah kembali ke rumah. 

Soalnya, gara-gara komen itu, teman saya yang tuan rumah itu tadi merasa dihina dan membalas, sehingga dua orang emak-emak pun berantem di media sosial. 

Padahal, teman yang menulis soal nasi kotak sudah mengakui bahwa ia sekadar bercanda saja dan tidak bermaksud menghina.

Tak tanggung-tanggung, balasan soal nasi kotak melebar ke soal rumah tangga. Kebetulan, yang berkomentar nyelekit itu sudah lama dirumorkan sebagian teman saya sebagai pelakor.

Maka si nasi kotak pun melakukan langkah "skakmat" dengan langsung menuding si nyelekit sebagai pelakor. Si pelakor masih sempat memberikan perlawanan terakhir dengan kalimat "emang masalah buat kamu?"

Namun, karena tidak ada bantahan dari si nyelekit, maka kalimat "emang masalah buat kamu?", bisa saja ditafsirkan sebagai membenarkan bahwa suaminya yang sekarang dulunya memang pernah jadi suami orang lain.

Dengan demikian, karena kedudukan sudah seri 1-1, berantem pun dihabisi yang ditutup dengan wejangan ketua grup agar kedua emak-emak itu saling memaafkan.

Apakah keduanya udah saling memaafkan, tidak begitu jelas, karena tidak ada di antara kedua orang yang berantem itu yang memulai minta maaf. Yang jelas, aksi adu mulut, eh, maksudnya adu jari, berakhir begitu saja.

Begitulah, dari yang awalnya sekadar bercanda, akhirnya aib pun dibuka. Pesan moral dari tulisan ini, hati-hatilah bercanda di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun