Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pegawai Honorer Dihabisi, Bersalin Rupa Jadi Tenaga Outsourcing?

24 Januari 2022   07:48 Diperbarui: 25 Januari 2022   05:40 3314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Foto: Christoforus Ristianto/Kompas.com

Mereka yang bekerja di instansi pemerintah tidak semuanya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ada kelompok pegawai yang berkasta lebih rendah yang disebut pegawai honorer.

Meskipun pada awalnya pegawai honorer tersebut mungkin direkrut untuk sementara waktu saja, tapi pada akirnya terkesan akan selalu dibutuhkan, termasuk guru honorer di sekolah negeri.

Bagi si pegawai, meskipun honornya relatif kecil, tapi dianggap sebagai penyelamat, ketimbang menyandang status pengangguran. 

Lagi pula, di hati para pegawai honorer terkandung harapan yang besar agar nantinya berhasil menjadi PNS atau menjadi tenaga kontrak yang disebut dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Bagi instansi yang merekrut pegawai honorer, juga menguntungkan, karena kebutuhan tenaga kerja yang bersifat mendadak bisa terpenuhi secara cepat.

Masalahnya, dilihat dari kacamata nasional, persoalan pegawai honorer ini semakin lama semakin semrawut, sehingga bergulirlah rencana pemerintah untuk menghentikan rekrutmen tenaga honorer mulai 2023 mendatang.

Adapun alasan penghentian tersebut, seperti diberitakan Kompas.com (22/1/2022), adalah karena rekrutmen tenaga honorer mengacaukan kebutuhan formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di instansi pemerintah.

Jika rekrutmen dilakukan secara terus menerus, membuat permasalahan terkait tenaga honorer tidak akan berkesudahan.

Kebutuhan terhadap tenaga kerja yang bertugas sebagai tenaga kebersihan (cleaning service) dan tenaga keamanan (sekuriti, atau lazim dikenal sebagai satpam), akan dipenuhi melalui tenaga alih daya (outsourcing).

Tenaga alih daya bukanlah tenaga honorer di suatu instansi seperti selama ini, namun secara resmi terdaftar sebagai personil perusahaan penyedia tenaga alih daya yang dipekerjakan di instansi yang bekerjasama dengan penyedia tenaga alih daya itu. 

Instansi tersebut akan membayar secara "gelondongan" sesuai perjanjian kepada perusahaan alih daya, dan si tenaga alih daya mendapat gaji atau upah dari perusahaan, bukan dari instansi.

Bagaimana nasib pegawai honorer yang telah ada sebelumnya? Jika periode honorernya telah habis pada 2023, tentu tidak lagi diperpanjang. Mereka yang memenuhi persyaratan akan diangkat menjadi PNS melalui proses seleksi.

Pegawai honorer yang diprioritaskan menjadi PNS adalah tenaga guru, tenaga kesehatan, penyuluh pertanian/peternakan/perikanan, dan tenaga teknis yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Bagaimana dengan tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat dan yang memenuhi syarat namun tidak lulus seleksi menjadi PNS?

Jelas, mereka terancam menjadi pengangguran apabila gagal mendapatkan pekerjaan pengganti. Namun, mereka mungkin bisa mengadu nasib untuk menjadi tenaga alih daya. 

Ya, kebijakan penghentian rekrutmen tenaga honorer tersebut, sedikit banyaknya akan memakan korban. Apakah akan ada semacam pesangon bagi korban tersebut, belum diperoleh informasi. 

Ke depan, diharapkan perencanaan kebutuhan tenaga kerja di instansi pemerintah serta pelaksanaan rekrutmennya akan lebih tertib.

Sebetulnya, bila mengacu pada praktik di berbagai perusahaan besar, kebutuhan akan karyawan baru merupakan hasil workload analysis atau analisis beban kerja.

Caranya, dengan mengidentifikasi apa saja tugas yang harus dilaksanakan suatu instansi, mulai dari tugas harian, mingguan, bulanan, tahunan, dan yang bersifat insidentil.

Semua tugas tersebut dihitung memerlukan berapa jam agar terselesaikan dengan tuntas. Lalu diasumsikan seorang pegawai bekerja 35 jam per minggu (7 jam sehari, 5 hari kerja seminggu).

Dengan rumus demikian, akan didapat berapa orang pegawai yang diperlukan, berapa yang tersedia sekarang, dan berapa kekurangannya.

Bisa jadi di berbagai instansi pemerintah juga dilakukan hal tersebut, cuma belum akurat, sehingga di satu sisi merasa membutuhkan tenaga honorer, tapi di sisi lain disinyalir ada pula pegawai yang terlihat santai.

Satu hal lagi, disinyalir mekanisme rekrutmen tenaga honorer belum dilakukan secara terbuka, sehingga yang direkrut diduga yang dekat dengan orang dalam, meskipun belum tentu punya kompetensi yang dibutuhkan.

Perlu pula ditekankan, jangan sampai dengan habisnya pegawai honorer menyebabkan membengkaknya tenaga outsourcing. Kalau hanya sekadar bersalin rupa, masalah yang sama akan muncul lagi.

Ilustrasi Pegawai Honorer|dok. TribunBatam.id
Ilustrasi Pegawai Honorer|dok. TribunBatam.id
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun