PT Kereta Commuter Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia, adalah perusahaan yang mengelola kereta rel listrik (KRL) di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Sekarang diberitakan bahwa tarif KRL naik dari tarif termurah Rp 3.000 menjadi Rp 5.000. Tentu, bagi mereka yang sangat tergantung pada KRL sebagai transportasi harian, kenaikan harga tersebut akan menambah pengeluaran yang tak terhindarkan.
Padahal, saat ini banyak sekali harga kebutuhan pokok yang naik, terutama untuk urusan dapur, seperti minyak goreng, telur, dan gas elpiji.
Sebagai warga ibu kota sejak 35 tahun lalu, saya sudah mengalami naik KRL di era "jahiliah" hingga di zaman teknologi canggih sekarang ini.
Jadi, saya bisa dikatakan sebagai salah seorang saksi betapa sebetulnya KRL sudah lumayan bagus perkembangannya, meskipun masih ada hal lain yang perlu diperbaiki.
Tapi, sebelum kembali membahas KRL di Jabodetabek, saya sedikit menyimpang dengan mengisahkan pengalaman saya di negara tetangga, Singapura.
Kebetulan, tahun 1995 saya ikut short course selama 3 bulan di Singapura dikirim oleh kantor tempat saya bekerja. Dari berbagai moda transportasi yang ada di negeri Singa itu, saya dan beberapa teman paling sering naik kereta api.
Di situlah saya baru mengalami bagaimana majunya kereta api di Singapura. Memang, kalau dilihat dari kacamata sekarang, kemajuan tersebut juga ditemui kalau naik Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.Â
Tapi, itu artinya kita tertinggal puluhan tahun dari Singapura, meskipun tetap perlu disyukuri, akhirnya Jakarta punya moda transportasi MRT dengan kenyamanan yang tak kalah dari kota-kota besar di negara maju.
Kembali ke "album kenangan", saat di Singapura itu saya berdecak kagum karena penumpang kereta bisa membeli tiket melalui mesin otomatis di stasiun.Â