Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Berbahasa Daerah Saat Rapat di Kantor, Boleh Saja Sekadar Selingan

19 Januari 2022   10:26 Diperbarui: 19 Januari 2022   13:27 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rapat di kantor|Foto: Realitasonline.id/Riswandy

Arteria Dahlan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP yang terkenal vokal, mencuat lagi namanya di media massa. Pendapatnya dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Burhanuddin, Senin (17/1/2022) telah menuai polemik yang ramai.

Tak tanggung-tanggung, Arteria meminta Jaksa Agung mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat karena menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat.

Apakah permintaan Arteria tersebut terlalu berlebihan? Apakah memang ada dasar hukumnya mencopot jabatan seseorang karena menggunakan bahasa daerah saat rapat?

Tulisan ini tidak bermaksud menjawab pertanyaan di atas, tapi hanya semacam catatan ringan berdasarkan pengalaman saya sendiri, saat bekerja di kantor pusat sebuah perusahaan milik negara.

Saya mulai bekerja pada pertengahan 1986. Sebagai orang Minang yang lahir dan besar di kampung halaman, tentu membuat saya harus beradaptasi dengan kehidupan di ibu kota.

Tidak hanya soal lalu lintas yang macet parah yang membuat orang-orang "tua di jalan", tapi juga soal bahasa saat berinteraksi dengan orang lain.

Dengan teman sebaya, sapaan "lu-gue" menjadi akrab di telinga saya, meskipun tidak ikut-ikutan menggunakannya. Tapi, banyak juga yang memanggil saya pakai "mas", meski mereka tahu saya bukan orang Jawa.

Bahkan, bos saya di divisi akuntansi yang berasal dari Jawa Timur, juga memanggil saya dengan "mas". Awalnya saya salah duga, mengira mas sama dengan "uda" di bahasa Minang yang berarti kakak laki-laki.

Jadi, kalau bos saya memanggil saya "mas", saya sampai berpikir, apakah penampilan saya terlalu tua? Ternyata "mas" tersebut selain berarti kakak laki-laki, juga sebagai cara menghargai yang lebih muda atau sapaan akrab.

Staf kantor pusat pekerjaannya sering ikut rapat untuk merumuskan strategi, membuat perencanaan, mengevaluasi hasil pelaksanaan, dan sebagainya.

Sedangkan yang menjadi pelaksana di lapangan adalah karyawan di kantor cabang yang tersebar di semua kabupaten di Indonesia. 

Nah, dalam rapat-rapat yang saya ikuti, bos saya lumayan sering berbahasa Jawa dan dijawab juga berbahasa Jawa oleh staf-staf yang orang Jawa pula.

Suatu kali, bos saya meminta saya mengambil kalkulator (ketika itu belum ada komputer), lalu memencet beberapa angka. Setelah itu si bos bilang "ping" dengan angka lain.

Saya yang tidak tahu arti ping, saya tambahkan saja kedua angka itu. Maka, tertawalah si bos dan teman-teman saya, karena ping itu ternyata artinya perkalian.

Dalam waktu beberapa bulan, saya sudah banyak mengetahui kosakata dalam bahasa Jawa. Untuk kalimat yang agak panjang, saya mengerti arti keseluruhannya, namun tidak semua kata per kata yang saya tahu terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Namun demikian, untuk mengobrol secara langsung dalam bahasa Jawa, sampai sekarang saya tidak berani, karena belum mengerti tentang penggunaan bahasa Jawa "tinggi" dan yang pasaran atau yang kasar.

Kata-kata dalam bahasa Sunda pun saya sudah banyak memahami karena teman-teman saya banyak yang orang Sunda. Pada dasarnya, saya senang saja mendengar orang-orang berbahasa daerah.

Itulah kehebatan bangsa Indonesia yang punya banyak sekali bahasa daerah, tapi menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang menyatukan kita semua.

Kita harus memelihara bahasa daerah agar tidak punah, namun untuk ragam formal kita perlu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Jadi, menurut saya, berbahasa daerah saat rapat formal, sah-sah saja, sepanjang sebagai selingan. Mereka yang tidak mengerti, biasanya akan bertanya.

Justru, pengalaman saya dalam mengkuti rapat, penggunaan bahasa daerah sering bikin ggrrrrrr atau bikin lucu, sehingga mencegah rasa mengantuk peserta rapat.

Yang penting, ketika pimpinan membuka, menyimpulkan, dan menutup rapat, sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia, karena akan didokumentasikan dalan notulensi rapat.

Cara formal seperti itu tetap diperlukan, meskipun misalnya semua peserta rapat adalah para pegawai yang sama-sama orang Jawa atau sama-sama orang Sunda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun