Ungkapan "mulutmu harimaumu" sudah dari dulu kita kenal. Biasanya disampaikan oleh orang tua kepada para remaja agar berhati-hati dalam berkata-kata.
Salah ucap yang meyebabkan orang lain tersinggung bisa berakibat fatal. Tak sedikit terjadi kasus pembunuhan hanya diawali oleh tersinggungnya seseorang atas ucapan orang lain terhadap dirinya.
Padahal, bisa jadi maksud orang yang melontarkan kata-kata hanya sekadar bercanda atau sekadar keseleo lidah yang mengakibatkan orang lain salah persepsi dalam mencerna kata-kata itu.
Meskipun terjadi suatu aksi pembalasan dari yang tersinggung, tapi di zaman dulu hanya melibatkan sedikit orang, terbatas pada orang yang mendengar secara langsung ucapan yang menyinggung itu tadi.
Nah, di zaman sekarang, sejak maraknya penggunaan media sosial oleh hampir semua orang, maka dampak dari sebuah ucapan bisa menyinggung perasaan jutaan orang.
Misalnya ucapan itu menyinggung penganut agama tertentu atau menghina etnis tertentu, bisa terbayang betapa banyaknya yang tersinggung.
Soalnya, berkat kemajuan teknologi informasi, ucapan tersebut bila direkam dalam video dan kemudian diunggah di media sosial, akan sangat cepat tersebar.
Itulah yang menimpa Edy Mulyadi yang mengatakan lokasi Ibu Kota Negara (IKN) yang baru, yang telah diberi nama "Nusantara", sebagai tempat jin buang anak.
Akibatnya, tentu saja banyak warga Kalimantan yang melaporkan Edy Mulyadi ke pihak kepolisian. Seperti diketahui, IKN Nusantara berlokasi di Kalimantan Timur.
Berita terbaru, Edy Mulyadi telah ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian SARA dan bahkan telah ditahan polisi (Detik.com, 31/1/2022).
Sebelum kasus Edy Mulyadi mencuat, cuitan Ferdinand Hutahaean di media sosial juga telah menuai protes dari banyak orang. Sekarang Ferdinand sudah menjadi tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian.