Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bahasa Anak Jaksel, Jaksel yang Mana?

13 Januari 2022   20:28 Diperbarui: 13 Januari 2022   20:35 4222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tempat nongkrong di Jaksel | dok. tempatwisataseru.com

Tanpa terasa saya sudah 35 tahun menjadi warga DKI Jakarta, tepatnya sejak saya diterima bekerja di kantor pusat sebuah BUMN.

Karena rumah Om saya tempat saya pertama kali menumpang di Jakarta, berada di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, maka otomatis saya pun menjadi anak Jaksel.

Saya sempat beberapa kali pindah rumah, awalnya ke Mampang Prapatan (masih di Jaksel), kemudian menempati rumah dinas di Jalan Pramuka (Jakarta Pusat), kemudian berdinas di Denpasar, Bali, pada 1996-1997.

Setelah itu saya balik lagi ke kantor pusat dan tinggal di Jaksel lagi, awalnya di rumah mertua, kemudian membeli rumah sendiri di Kecamatan Tebet.

Nah, ketika membeli rumah untuk ditempati pada akhir 2002, saya punya dua pilihan sesuai dengan budget yang saya punya. Mau rumah yang ukurannya kecil di lahan yang sangat terbatas di Tebet, atau lahan yang luas tapi bukan lagi masuk DKI Jakarta.

Ternyata yang namanya manusia sulit untuk merasa puas. Saya sendiri iri dengan teman-teman saya yang tinggal di rumah luas dan mewah di Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang.

Namun, entah basa-basi atau serius, teman-teman saya itu iri kepada saya yang punya rumah di Tebet, yang relatif dekat ke mana-mana.

Kalau sekarang sebagian anak Jaksel merasa sebagai anak yang eksklusif, lebih gaul, dan punya bahasa yang banyak disisipi bahasa Inggris, jelas saya dan anak-anak saya merasa bukan bagian dari itu.

Apalagi, ketika dekade 80-an dulu, saat saya baru di Jakarta, menurut saya gengsi Jaksel belum sehebat Jakpus. Anak Menteng yang berada di Jakpus jelas lebih membanggakan.

Radio Prambors yang lagi ngetop saat itu juga berada di Jakpus. Prambors itu singkatan Prambanan dan Borobudur, nama jalan tempat markas radio tersebut.

Tempat anak gaul Jaksel nongkrong ketika itu hanya di seputar Bulungan, Lintas Melawai dan Terminal Blok M, belum sesuatu yang "wah".

Baru pada dekade 90-an, setelah komplek perumahan mewah Pondok Indah selesai dibangun, secara perlahan citra Jaksel mulai terangkat. Apalagi, dilengkapi dengan Pondok Indah Mall (PIM) 1, 2, dan 3.

Berlanjut dengan banyak sekali apartemen mewah, mal-mal kelas atas mulai dari Palaza Senayan, Senayan City, Kota Kasablanka, Gandaria City, dan sebagainya, yang semuanya di wilayah Jaksel.

Selanjutnya, selesai pula dibangun sebuah superblok yang sangat prestisius, yakni Sudirman Central Business District (SCBD), semakin lengkaplah "kesombongan" anak-anak Jaksel.

Lalu kenapa bahasa anak Jaksel banyak disisipi bahasa Inggris? Mungkin karena di SCBD banyak ekspatriatnya. Sebelum itu, di Jaksel juga terdapat kawasan Kemang tempat banyak ekspatriat berdomisili.

Lagipula, bukankah sekarang banyak remaja yang belajar di sekolah yang berlabel internasional dan memakai bahasa pengantar Bahasa Inggris?

Sebetulnya, di belahan Jakarta lain juga banyak tempat elit, seperti Mal Taman Anggrek (Jakarta Barat), Mal Kelapa Gading dan Pantai Indah Kapuk (Jakarta Utara), serta Plaza Indonesia dan Grand Indonesia (Jakarta Pusat).

Tapi, harus diakui, secara umum citra Jakarta Selatan lebih baik. Jakarta Utara lebih panas dan gersang karena dekat sekali dengan laut. Jakarta Barat lebih dekat ke Tangerang yang banyak pabrik seperti halnya Jakarta Timur yang dekat Bekasi.

Sedangkan Jakarta Pusat citranya juga bagus karena di sinilah terdapat Istana Negara. Hanya saja, wilayahnya kecil, sehingga pembangunan lebih banyak ke arah selatan. 

Namun demikian, perlu dicatat bahwa Jaksel itu terlalu luas sehingga tidak bisa disamaratakan. Antar kawasan di Jaksel berbeda-beda citranya, ada yang bergengsi, dan ada yang (mohon maaf) terkesan jorok dan bersuasana kampung.

Maka, tentu tidak semua anak muda Jaksel yang berbahasa keminggris. Jadi, kalau ada yang mengaku anak Jaksel, tak usah ragu, tanya dulu Jaksel-nya di mana?

Di tempat saya saja, di Kecamatan Tebet, ada juga kelas-kelasnya. Tebet Barat, Tebet Timur, dan Tebet Utara merasa lebih elit ketimbang Kebon Baru dan Bukit Duri.

Gaya hidupnya berbeda signifikan. Yang merasa elit tak akan kenal tetangga karena masing-masing rumah berpagar tinggi. Mereka ngobrol di tempat hang out berbahasa ke-inggris-inggris-an.

Sedangkan yang lainnya merupakan perkampungan padat penduduk yang dibelah gang sempit yang hanya bisa dilewati motor. Di sini antar tetangga cukup akrab dan mereka ngobrol ala Mandra dan Atun di sinetron "Si Doel Anak Sekolahan".

Makanya, berbicara bahasa anak Jaksel, harus jelas, Jaksel yang mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun