Saya cukup sering menerima pesan singkat dari nomor yang tidak saya kenal dan biasanya menawarkan produk atau jasa tertentu. Yang saya herankan, si pengirim pesan mengawalinya dengan menuliskan nama saya secara lengkap.
Artinya, data pribadi saya sudah diketahui si pengirim pesan. Meskipun si pengirim memperkenalkan namanya dan perusahaan tempat ia bekerja, saya sudah terlanjur merasa tidak nyaman.
Tapi, setelah saya membaca di media massa betapa seringnya terjadi pencurian data identitas seseorang, saya tidak heran lagi bila saya masih sering menerima pesan sejenis.
Hanya saja, saya lebih berhati-hati dan biasanya tidak melayani pesan seperti itu, kecuali bila pengirim pesan memulainya dengan menjelaskan dari mana ia memperoleh nomor saya.
Memang, soal pencurian data pribadi, ada banyak kemungkinan sebagai  penyebabnya. Bisa jadi karena kelemahan sistem di aplikasi tertentu, kecanggihan hacker (peretas), atau justru karena kelalaian pengguna aplikasi dan media sosial tertentu.
Kelalaian di atas terkait dengan kebiasaan seseorang yang sering mengunggah data pribadi dan foto-fotonya di media sosial, yang bisa menjadi "makanan empuk" para pemburu data pribadi.
Selain itu, pernah pula terungkap oknum karyawan sebuah perusahaan yang menyimpan data pelanggan yang tergiur untuk menjual data tersebut.
Tentang kecanggihan para peretas data, yang disasar bukan data orang biasa saja, bahkan situs resmi instansi pemerintah pun juga pernah kecolongan.Â
Meskipun perlindungan atas data pribadi di negara kita relatif masih lemah, berbagai inovasi tetap berjalan. Sebagai contoh, pemerintah berencana akan memberlakukan kartu tanda penduduk yang tidak lagi berupa fisik yang dicetak.
Jadi, nantinya e-KTP yang sekarang tersimpan di dompet seseorang, akan berganti dengan yang tersimpan di gawai. Sekarang masih dalam tahap uji coba di 58 kabupaten/kota sejak 2021.