Timnas Indonesia kembali memperpanjang rekor sebagai peraih runner-up terbanyak sepanjang sejarah berlangsungnya turnamen Piala AFF sejak  1996. Turnamen ini merupakan yang paling bergengsi di level Asia Tenggara.
Pada final Piala AFF 2020 yang telah dituntaskan pada Sabtu (1/1/2022) malam di Singapura, Indonesia yang mampu menahan imbang Thailand pada leg ke-2 partai final, secara agregat kalah 2-6 dari Thailand.
Selain sebagai juara ke-2 yang bagaimanapun juga pantas disyukuri, Indonesia menyabet penghargaan sebagai tim fair play dan gelar pemain muda terbaik untuk Pratama Arhan, pemain asal Semarang, Jawa Tengah.
Bisa jadi banyak di antara kita yang kecewa. Tapi, sebetulnya prestasi yang diraih timnas sudah melebihi ekspektasi mengingat pelatih Shin Tae Yong lebih banyak mengandalkan pemain muda yang minim pengalaman.
Makanya, sangat bijak apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo yang sangat menghargai kegigihan pemain timnas. Meskipun belum juara, Presiden tetap bangga dengan perjuangan Timnas Indonesia di Piala AFF 2020.
Justru, kalau kita mau merenung sejenak, ada hikmah di balik kekalahan dari Thailand, sehingga boleh juga disebutkan "ada untungnya Timnas Indonesia belum juara".
Perlu diketahui, pelatih asal Korea Selatan yang menukangi timnas, Shin Tae Yong, relatif belum lama melatih dan itu pun terpotong-potong karena pandemi.Â
Kemudian, masih karena pandemi, kompetisi antar klub di tanah air cukup lama vakum. Baru beberapa bulan terakhir ini Liga-1, Liga-2 dan Liga-3 bergulir lagi.
Akibatnya, banyak kendala yang dihadapi pelatih dalam mencari para pemain terbaik, baik dari segi teknik maupun daya tahan fisik, yang akan mengisi skuad timnas.
Sebagai contoh, untuk mempersiapkan pemain yang akan berlaga di Piala AFF yang lalu, baru sebulan sebelum turnamen para pemain melakukan pemusatan latihan di Turki sekaligus melakukan pertandingan uji coba sebanyak 3 kali.
Padahal, kita tentu sangat menyadari bahwa tak ada yang instan dalam melahirkan prestasi di bidang apapun, apalagi sepak bola yang sangat tergantung pada kekompakan tim.
Bayangkan kalau Timnas Indonesia langsung jadi juara, sangat mungkin akan banyak selebrasi yang harus diikuti para pemain. Lalu, bisa saja pemain mulai terbuai dan "lupa diri".
Kemudian, para pemain harus menerima permintaan bertubi-tubi untuk diwawancarai media, wajahnya sering muncul di layar kaca, tawaran membintangi iklan pun berdatangan.
Para pemain juga sibuk menerima hadiah dari berbagai pihak. Bahkan, Gubernur Sulsel akan memberikan hadiah rumah bagi 2 pemain asal Sulsel, Asnawi Mangkualam dan Irfan Jaya.
Coba lihat dulu setelah Indonesia juara AFF U-19 pada 2013. Ke mana-mana pemain diarak dan pelatih Indra Sjafri jadi selebriti baru.
Tapi apa yang terjadi sekarang? Eks timnas U-19 yang disebut-sebut akan menjadi generasi emas sepak bola nasional itu, praktis hanya menyisakan Evan Dimas yang masih lumayan bersinar.
Padahal, pemain se-angkatan Evan di timnas Thailand dan Vietnam berkembang dengan lebih pesat saat masuk level senior.
Nah, itulah yang kita tak ingin terjadi pada timnas sekarang yang juga banyak pemain mudanya. Dengan belum juara, Shin Tae Yong akan tertantang untuk melatih lebih keras lagi.
Program yang disusun Shin Tae Yong adalah berjangka panjang dan berikan waktu yang cukup untuk menuntaskannya.
PSSI sudah menyadari hal tersebut dan sudah menyatakan posisi Shin Tae Yong aman, dalam arti tetap menjadi pelatih.
Jika PSSI masih sering gonta-ganti pelatih, tentu pelatih baru akan memulai dari nol lagi dan ini merugikan secara jangka panjang.
Gelar juara yang kita damba merupakan hal yang sangat wajar, mengingat Indonesia belum sekalipun juara Piala AFF.
Tapi, semua itu akan indah pada waktunya dan insya Allah waktu yang pas adalah Piala AFF yang berikutnya.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H