Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Keberadaan Wakil Menteri, Alasan Politis atau Pragmatis?

27 Desember 2021   08:10 Diperbarui: 27 Desember 2021   11:35 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti diketahui, pada Kabinet Indonesia Maju yang membantu Presiden Joko Widodo selama periode kedua kepemimpinannya, terdapat sejumlah wakil menteri.

Hingga saat ini, tercatat sebanyak 15 wakil menteri. Namun, dengan telah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 110 tahun 2021 tentang Kementerian Sosial, bisa dipastikan akan ada wakil menteri baru lagi, yakni Wakil Menteri Sosial.

Siapa kira-kira yang akan mengisi posisi wakil menteri di kementerian yang sekarang dipimpin oleh Tri Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya, tersebut?

Terlepas dari siapa sosok yang akan ditunjuk Jokowi, menarik untuk menganalisis, kira-kira ada apa di balik penambahan posisi wakil menteri itu?

Dalam hal Kementerian Sosial tersebut, pertanyaannya, apakah secara struktur organisasi dan secara beban kerja, memang membutuhkan seorang wakil menteri?

Jika jawabannya "ya", maka jelaslah bahwa alasan pragmatis yang mendasarinya, agar program di kementerian dimaksud semakin lancar dieksekusi, karena tidak semua hal harus ditangani menteri.

Tapi, jika jawabannya "tidak", tak pelak lagi, akan muncul berbagai dugaan, yang ujung-ujungnya bisa dikaitkan dengan masalah politik. Dugaan-dugaan tersebut antara lain seperti yang ditulis berikut ini.

Pertama, ada kemungkinan penambahan wakil menteri untuk mengakomodir partai politik yang bergabung dengan koalisi yang mendukung Presiden Jokowi.

Siapa tahu, bisa jadi Wakil Menteri Sosial diisi oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yang sejak beberapa bulan lalu sudah resmi bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

Kedua, penambahan wakil menteri bisa mengindikasikan akan terjadi reshuffle kabinet. Isu reshuffle ini sudah menjadi isu hangat dalam beberapa minggu terakhir, namun belum juga terlaksana.

Ketiga, mungkin juga Presiden Jokowi belum puas dengan kinerja Tri Rismaharini, sehingga perlu diperkuat dengan wakil menteri yang dinilai mampu oleh Jokowi.

Dalam pemberitaan media massa, Tri Rismaharini relatif sering marah-marah sewaktu melakukan kunjungan kerja ke daerah. Hal ini oleh sebagian pengamat dipandang kurang baik.

Keempat, terkait dengan habisnya masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2022 mendatang, muncul spekulasi bahwa Tri Rismaharini yang sukses memimpin Surabaya, akan diplot jadi Plt. Gubernur.

Seperti diketahui, pilkada serentak baru akan digelar pada 2024 mendatang, sehingga selama 2 tahun, DKI Jakarta akan dipimpin seorang Plt. Gubernur.

Selama ini, ada kesan di masyarakat bahwa Anies Baswedan tidak terlalu kompak dengan Presiden. Apalagi kebijakan Anies relatif sering dikritisi oleh partai penguasa nasional, PDI Perjuangan.

Nah, bila Risma yang berada di posisi orang nomor satu di DKI Jakarta, diharapkan koordinasi pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta akan lebih baik.

Kalau dugaan di atas benar, Wakil Menteri Sosial bisa saja akan menjadi Menteri Sosial pengganti Tri Rismaharini.

Seorang menteri yang kemudian menjadi gubernur tidak bisa diartikan sebagai turun jabatan, karena kewenangan gubernur relatif luas.

Tak heran, seorang Khofifah Indar Parawansa memilih melepas jabatan Menteri Sosial agar mampu merebut kursi Gubernur Jawa Timur.

DKI Jakarta dan Jawa Timur merupakan provinsi yang "gemuk" dilihat dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kembali ke pokok masalah, apakah penambahan wakil menteri baru akan bernuansa politis atau sekadar langkah pragmatis, kita tunggu saja perkembangan selanjutnya, setelah pelantikan Wakil Menteri Sosial.

Yang jelas, tentu Presiden sudah mempertimbangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan. Adanya posisi wakil menteri baru yang akan menambah pengeluaran pemerintah, sudah masuk hitungan Presiden.

Tidak saja gaji dan fasilitas yang akan bertambah dengan adanya wakil menteri baru, tapi juga biaya perjalanan dinas, dan hal lain terkait tugas wakil menteri.

Makanya, diharapkan posisi wakil menteri tidak sekadar ada, namun mampu memberikan nilai tambah, sehingga manfaatnya lebih besar dari penambahan pengeluaran pemerintah untuk wakil menteri tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun