Perkembangan pengendalian pandemi Covid-19 di negara kita sebetulnya sudah relatif membaik. Memang, setiap harinya masih ada penambahan kasus baru.
Tapi, penambahan secara harian tersebut berhasil ditekan menjadi di angka ratusan. Padahal, sewaktu puncak pandemi sekitar Juli 2021, pernah dalam satu hari secara nasional penambahan kasus baru sekitar 50.000.
Dengan perkembangan yang positif tersebut, wajar kalau pemerintah mulai membuka lagi sejumlah kawasan wisata dan siap menerima pelancong dari luar negeri.
Masalahnya, tanpa diduga, di luar negeri muncul varian baru yang diduga daya tularnya sangat cepat, yang dinamakan omicron.
Oleh karena itu, pemerintah kembali memperketat ketentuan karantina bagi mereka yang datang dari luar negeri, sebut saja yang sekarang sebagai karantina omicron.
Karantina tersebut tentu saja bertujuan baik, demi mencegah masuknya kasus omicron ke tanah air. Tapi, bagi orang yang merasa sehat, karantina selama 10-14 hari akan terasa menyiksa.
Tak heran, ada saja pihak yang berusaha menyiasati atau minta dispensasi, terutama warga negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari luar negeri.
Sejumlah selebriti diberitakan media masa "bermain mata" dengan petugas yang mengawasi kegiatan karantina, sehingga bisa bebas bergerak di ruang publik.
Ada pula yang mengeluhkan betapa ribetnya birokrasi di negara kita sehingga tidak gampang juga bagi yang baru mendarat untuk melewati berbagai prosedur sampai mendapatkan tempat karantina.
Selain itu, beredar pula berita kalau aturan karantina tersebut berbeda antara yang diberlakukan bagi masyarakat umum dan yang untuk pejabat.
Muncul pula celutukan di media sosial, memangnya kalau pejabat tidak bisa terkena Covid-19, sehingga dapat kemudahan?
Kebetulan, ribut-ribut soal ketentuan karantina di Indonesia waktunya berdekatan dengan peristiwa yang menimpa pemain sepak bola Timnas Indonesia, Elkan Baggott.
Pemain yang baru dinaturalisasi itu menjadi andalan Indonesia di turnamen Piala AFF 2020 yang tengah berlangsung di Singapura.
Elkan sempat turun waktu laga Indonesia melawan Laos, tapi setelah itu malah dapat instruksi dari pemerintah Singapura agar Elkan dikarantina gara-gara satu pesawat dengan penumpang yang terindikasi terpapar Covid-19.
Akibatnya, Elkan tidak bisa dimainkan saat laga sangat penting melawan Vietnam, Rabu (15/12/2021) yang lalu. Banyak warganet Indonesia yang mencium aroma rekayasa agar Indonesia tersingkir di Piala AFF.
Untunglah dalam laga tersebut, dengan perjuangaan mati-matian menahan gempuran serangan Vietnam, timnas Garuda berhasil menahan imbang Vietnam 0-0.
Asal tahu saja, Vietnam adalah tim terbaik saat ini di Asia Tenggara dan favorit mempertahankan gelar juara di Piala AFF. Jelas, menahan imbang Vietnam pantas diapresiasi.
Untungnya lagi, Elkan dikarantina hanya 5 hari. Jadi, pada saat laga yang menentukan kelolosan Indonesia ke babak semi final, yakni melawan Malaysia, Minggu (19/12/2021), Elkan sudah bisa menjadi palang pintu Indonesia.
Kembali ke soal ketentuan karantina, ternyata di masing-masing negara berbeda-beda. Soal ketidakkonsistenan tampaknya juga terjadi di Singapura.
Kalau memang harus dikarantina, bukankah sejak kedatangan dari luar negeri, seseorang tidak bisa keluar area yang ditentukan? Tapi, dalam kasus Elkan, ia sempat ikut bertanding.
Begitulah, mudah-mudahan sekarang sudah ada ketentuan tentang karantina yang tidak multitafsir dan dilaksanakan secara konsisten tanpa pilih kasih.
Jangan sampai ada kesan bahwa peraturan di negara kita, oleh pihak-pihak tertentu "bisa diatur". Bayangkan bila wisatawan asing punya kesan seperti itu, akan mencoreng wajah kita sendiri.
Kita sepakat bahwa soal kesehatan harus diutamakan. Jika karantina diyakini sebagai salah satu cara yang efektif, tegakkan dengan penuh disiplin bagi semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H