Ada terminologi dalam ilmu akuntansi yang dalam bahasa Inggris disebut dengan balance sheet, dan sering diterjemahkan dengan "neraca" dalam bahasa Indonesia.Â
Tapi, ini bukan neraca dalam arti timbangan, meskipun laporan ini terdiri dari dua sisi yang sama jumlah atau saldonya, yakni sisi aktiva dan sisi pasiva.
Dari sekian banyak jenis laporan keuangan, yang paling utama adalah neraca, yang berisikan daftar aset yang dimiliki sebuah perusahaan atau lembaga di sisi aktiva dan daftar utang dan modal di sisi pasiva, pada posisi tanggal tertentu.
Sekarang, dengan semakin banyaknya orang pribadi yang concern dengan kondisi keuangannya, semakin lazim pula seseorang menyusun neraca pribadinya.
Tentu, menyusun neraca pribadi tak sesulit menyusun neraca perusahaan. Lagipula, kalau neraca perusahaan akan diaudit oleh akuntan publik, neraca pribadi tidak perlu diaudit.
Namun demikian, semakin akurat penyusunan neraca pribadi akan semakin bermanfaat bagi yang bersangkutan dalam rangka mengelola kekayaannya.
Bagi sebagian pegawai negeri dan pegawai perusahaan milik negara/daerah yang terkena kewajiban untuk melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak akan kesulitan menyusun neraca pribadi.
Soalnya, apa yang dilaporkan ke KPK, pada dasarnya sudah merupakan neraca. Bahkan, laporan ke KPK lebih njelimet karena harus didukung oleh dokumen pendukung.
Umpamanya, jika seorang pejabat melaporkan punya beberapa bidang tanah, harus dilampirkan foto kopi sertifikat tanah tersebut. Demikian pula untuk dokumen pendukung kepemilikan mobil, deposito, atau juga dokumen utang ke bank, dan sebagainya.
Nah, jika ingin akurat, mereka yang tidak terkena kewajiban melapor ke KPK, sebaiknya juga membuat neraca pribadi yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.