Itupun masing-masingnya dibedakan lagi untuk weekdays (hari kerja) dan weekend (Sabtu, Minggu dan hari libur nasional lainnya).
Karena tidak tertarik dengan foto 3 dimensi (yang sudah banyak tersedia di berbagai kota), kami hanya membeli tiket untuk bagian luar dengan harga Rp 30.000 per orang.
Justru menurut saya berfoto dengan latar belakang bangunan tua bergaya era kolonial, lebih menggoda. Dindingnya terlihat kokoh, bukti betapa bagus mutu bangunannya.
Dan benar saja, "serasa di Eropa", komentar teman-teman saya yang melihat foto kami yang langsung saya share di media sosial.
Lumayan banyak spot berfoto yang enak dilihat di halaman gedung. Juga ada sensasi tersendiri melihat pemandangan  dari atas jembatan di halaman bangunan bernuansa Eropa klasik itu.
Meskipun tidak begitu banyak, ada pula sejumlah mobil tua yang dipamerkan di halaman gedung. Ya, semacam museum transportasi.
Bagi yang haus dan lapar, terdapat beberapa restoran di area objek wisata ini, termasuk penjual souvenir.
Di bagian dalam, ada ruangan luas yang multifungsi, yang disewakan untuk acara pernikahan, wisuda sarjana, seminar, eksibisi, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan De Tjolomadoe, menurut saya masing-masing punya kelebihan tersendiri. Jika pengunjung ingin melihat mesin-mesin pabrik tempo doeloe, lebih cocok berkunjung ke De Tjolomadoe.Â
Setelah puas bermain di The Heritage Palace, kami pun segera mencari tempat makan enak yang pilihannya cukup banyak di Solo.