Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Peran Penting Beasiswa dalam Memutus Lingkaran Setan Kemiskinan

26 November 2021   09:00 Diperbarui: 30 Juli 2022   01:10 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah penduduk miskin di negara kita secara persentase relatif kecil, yakni 10,14 persen pada Maret 2021 sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS).

Namun, dilihat dari jumlah absolut, persentase yang "hanya" 10 persen itu sama dengan 27,54 juta orang. Sebuah jumlah yang besar.

Terjadinya musibah pandemi sejak sekitar 2 tahun terakhir ikut mempersulit upaya pemerintah dan berbagai pihak lainnya dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.

Dalam ilmu ekonomi dikenal istilah vicious circle of poverty atau lingkaran setan kemiskinan yang membuat warga miskin seperti terjebak dan sulit untuk keluar dari kemiskinan.

Secara sederhana teori tersebut menjelaskan bahwa karena rendahnya modal, produktivitas warga miskin menjadi rendah, akibatnya penghasilan mereka rendah, sehingga akhirnya balik lagi ke modal yang rendah.

Masalahnya tidak semata-mata akses ke permodalan. Berbagai bantuan dari pemerintah dan lembaga sosial kepada warga miskin perlu diiringi dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan.

Biasanya orang tua yang miskin tidak sanggup menyekolahkan anak-anaknya, bahkan tidak sedikit anak-anak yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD).

Akhirnya, kemiskinan seolah diwariskan, dari generasi ke generasi kehidupannya tidak mengalami kemajuan.

Tapi, bila anak-anak yang lahir dari keluarga kurang mampu berhasil mendapatkan pendidikan yang memadai, ada harapan generasi berikutnya akan lebih sejahtera.

Cukup banyak ditemui kisah inspiratif bagaimana orang tua hidup sangat hemat, bahkan sampai berutang, asal pendidikan anaknya tidak terhenti.

Memang, jadi sarjana sekalipun bukan jaminan segera mendapatkan pekerjaan. Tapi, dengan pengetahuan yang lebih baik, kalaupun si sarjana ini jadi pelaku usaha mikro, ada harapan nasibnya lebih baik, asal tekun.

Pemerintah sendiri sudah punya program wajib belajar 12 tahun, artinya seorang anak wajib sekolah sampai menyelesaikan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Agar program wajib belajar terlaksana dengan baik, banyak daerah yang tidak lagi memungut Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari SD hingga SMA/SMK.

Foto: Getty Images/iStockphoto/Pra-chid, dimuat detik.com
Foto: Getty Images/iStockphoto/Pra-chid, dimuat detik.com

Masalahnya, ada iuran lain yang lazim ditarik secara informal oleh pengurus wali murid, selain biaya untuk membeli buku dan peralatan sekolah yang memberatkan bagi warga kurang mampu.

Oleh karena itu, pemberian beasiswa bagi siswa kurang mampu sangat penting artinya. 

Hanya saja, untuk memperoleh beasiswa biasanya ada persyaratan nilai rapor atau syarat administrasi lainnya yang harus dipenuhi.  

Murid dari keluarga kurang mampu yang prestasi belajarnya rendah atau tidak punya dokumen kependudukan sulit dapat beasiswa.

Syukurlah, sekarang ini banyak sekali lembaga yang memberikan beasiswa, baik lembaga pemerintah, perusahaan milik negara, perusahaan swasta, maupun yayasan sosial.

Sebagian di antara lembaga tersebut, tidak ketat dalam persyaratan prestasi di sekolah, yang penting anak dari keluarga kurang mampu, akan diberikan bantuan biaya pendidikan.

Di lain pihak, ada pula lembaga yang memberikan beasiswa yang persyaratan prestasi di sekolah sangat ketat, justru syarat kemampuan ekonomi yang relatif longgar.

Akibatnya, mereka yang sebetulnya cukup mampu secara ekonomi, juga dapat rezeki, karena tujuannya semacam mencari bibit pemimpin di masa depan, asal mau berkarir di Indonesia.

Selain itu, bagi pegawai negeri, terutama dosen dan peneliti, banyak sekali peluang untuk kuliah pascasarjana di kampus ternama di luar negeri.

Staf perusahaan milik negara atau swasta tertentu, oleh perusahaannya berpeluang dikirim ke luar negeri untuk mengikuti program S2, bahkan juga S3.

Tentu, untuk pegawai negeri yang dikuliahkan negara terikat dengan kontrak untuk tidak resign selama masa tertentu setelah tamat kuliah.

Demikian pula karyawan yang dikirim belajar oleh perusahaan tempatnya bekerja, juga harus bersedia mengabdi di perusahaan tersebut selama waktu yang diperjanjikan.

Kembali ke beasiswa bagi warga kurang mampu, sekarang banyak pemerintah daerah yang menyeleksi pelajar yang potensial untuk dikirim kuliah di kampus yang bermutu, baik di dalam maupun di luar negeri.

Setamat kuliah si penerima tidak harus bekerja di pemda setempat, tapi cukup berkarir di manapun asal di masih di daerah asal.

Jadi, ada banyak sekali jenis beasiswa yang tersedia dan peranannya sangat penting dalam memutus lingkaran setan kemiskinan serta mencetak generasi emas demi kemajuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun