Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama FEATURED

Hindari Investasi Bodong, Ingat Prinsip 2L: Legal dan Logis

23 November 2021   11:44 Diperbarui: 16 Februari 2022   07:04 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memilih investasi. (sumber: Thinkstock via kompas.com)

Saya termasuk orang yang merasakan berkurangnya penghasilan selama masa pandemi melanda negara kita. Dugaan saya, yang bernasib seperti saya cukup banyak jumlahnya.

Dulu saya beberapa kali memberikan materi pelatihan bagi kalangan profesi tertentu dengan memperoleh honor yang lumayan menurut ukuran kantong saya.

Sejak pandemi, kegiatan pelatihan sudah jauh berkurang. Masih ada sebetulnya tawaran ke saya, tapi justru saya yang tidak bersedia karena kurang nyaman memberikan pelatihan secara daring.

Dalam kondisi seperti ini, baru terasa betapa pentingnya seseorang memiliki penghasilan pasif. Maksudnya, meskipun duduk manis di rumah, tetap ada pemasukan.

Contohnya, pendapatan dari bunga deposito, kupon obligasi, dividen saham yang dibeli di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan sebagainya.

Termasuk pula bila seseorang punya rumah yang dikontrakkan atau beberapa petak kos-kosan, penerimaan uang kontrak atau uang sewa bisa dianggap sebagai penghasilan pasif.

Hanya saja, untuk usaha kos-kosan kelihatannya juga terdampak pandemi, banyak yang kosong, terutama di sekitar kampus perguruan tinggi. Soalnya, mahasiswa kuliah secara daring dan memilih tinggal bersama orang tuanya.

Pengalaman saya sendiri, saat saya dulu menerima penghasilan bulanan, cukup disiplin menyisihkan sekitar 10-15 persen untuk berinvestasi, agar memperoleh pendapatan pasif.

Tapi, saat awal memulai karir, karena gaji bulanan yang relatif kecil, saya belum bisa berinvestasi. Sejak usia 35 tahun mulai menyisihkan dana dan semakin disiplin beberapa tahun kemudian.

Pakem saya dalam berinvestasi sangat sederhana, dan itu sering disosialisasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni "ingat 2L sebelum berinvestasi".

L pertama adalah Legal. Dalam hal ini lembaga tempat saya menempatkan dana atau produk investasi yang saya beli sudah mendapat izin dari lembaga yang berwenang.

L kedua adalah Logis. Dalam hal ini saya melihat kewajaran dari tingkat keuntungan yang ditawarkan. Justru, keuntungan yang jauh di atas suku bunga deposito bank-bank papan atas, saya curigai sebagai hal yang tidak masuk akal.

Kenapa suku bunga deposito bank papan atas yang saya jadikan acuan? Karena inilah instrumen keuangan yang menurut saya paling aman dan sangat kecil kemungkinan bank papan atas mengalami kebangkrutan. 

Bank papan atas di negara kita untuk saat ini adalah 3 bank milik negara (BRI, Mandiri, dan BNI) serta satu bank swasta, BCA. 

Nah, kalau bunga deposito sekarang sekitar 3-4 persen setahun, lalu ada produk investasi lain dari lembaga yang sudah dapat izin resmi, menawarkan imbalan 5-7 persen per tahun, saya masih menganggap logis.

Tapi, jika sudah di atas 8 persen, saya harus ekstra waspada karena too good to be true. Ingat, dalam ilmu manajemen keuangan, tingkat keuntungan yang tinggi berkorelasi dengan risiko yang tinggi.

Jangan hanya terpukau dengan iming-iming keuntungan yang besar tapi lupa ada risiko besar yang mengintai. Itulah yang terjadi pada mereka yang tergiur dengan investasi bodong yang akhir-akhir ini semakin marak.

Ada banyak kasus investasi bodong yang telah terungkap, termasuk yang berkedok arisan, koperasi, atau yang menggunakan pola member get member. Hal ini menunjukkan masih abainya sebagian masyarakat akan prinsip 2L sebelum berinvestasi.

Bahkan, terhadap institusi yang jelas-jelas legal pun, masyarakat tetap perlu waspada, jangan sampai termakan bujuk raya dari oknum karyawannya.

Misalnya, kalau mendepositokan uang di suatu bank, termasuk bank papan atas sekalipun, jangan diserahkan uang secara pribadi ke seorang karyawannya yang menjemput ke rumah.

Lebih baik lewat prosedur resmi dan nasabah mendapatkan bilyet deposito asli yang ditandatangani pejabat bank sebagai bukti menyimpan uang di bank.

Tak sekali dua kali terjadi, adanya oknum karyawan bank yang menyolong uang nasabah. Butuh perjuangan berat agar uang nasabah bisa kembali.

Selain deposito, investasi yang juga aman dengan imbalan sedikit di atas deposito adalah dengan membeli obligasi (surat utang) yang diterbitkan pemerintah.

Membeli saham di BEI dengan memilih saham perusahaan yang bagus perkembangannya, bisa ditahan untuk  jangka waktu beberapa tahun. Setiap tahunnya, pemegang saham akan menerima dividen atau pembagian laba.

Jika punya dana relatif besar, membeli tanah menjadi pilihan yang bagus. Tapi, lagi-lagi harus teliti soal legalitas. Pastikan tanah yang akan dibeli telah disertifikatkan dan sertifikatnya asli dengan mengecek ke instansi terkait.

Sebaiknya berinvestasi dimulai sejak usia muda. Tapi, bagi yang tidak muda, tak ada istilah terlambat untuk berinvestasi. Yang penting ingat 2L agar untung sekaligus aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun